Selasa, 09 November 2010

SEPENGGAL KISAH KECIL YANG KEDUABELAS: Ketika Semester Tiga

Pagi itu, pagi yang tidak begitu indah. Namun, aku masih bersyukur karena masih dapat menghirup udara segar di pagi hari itu. Awal hari yang tidak begitu indah, bukan berarti akan menjadi hari yang tidak indah dan tidak bermakna juga. Awal hari yang tidak begitu indah juga bukan berari tidak akan mendapat apapun yang berarti di hari itu. Namun, semua akan berubah jika dapat mempelajari hari itu, sangat penting.
Pagi itu, tanggal 27 bulan Juni tahun 2009 yang merupakan hari Sabtu terakhir di bulan itu. Aku berencana untuk pergi ke Yogyakarta untuk mengikuti wawancara sebuah organisasi yang aku ikuti, yaitu Source of Inspiration Community atau disingkat dengan SIC. Diawali dengan permasalahan yang kecil dengan seseorang, aku berangkat dengan kurang semangat. Aku berangkat ke Yogyakarta naik sepeda sampai terminal Penggung, Klaten dan kemudian dari terminal Penggung, Klaten naik bus jurusan Yogyakarta – Solo turun di Prambanan untuk ganti bus Trans Jogja dan turun di shelter Wanitatama yang letaknya tepat di sebelah Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Selama naik bus, aku mendengarkan musik, mungkin dapat menambah semangat, pikirku. Selain itu, juga untuk hiburan selama perjalanan ke Yogyakarta. Aku berangkat dari rumah pukul 05.00 WIB dan sampai di Yogyakarta pukul 06.30 WIB. Aku mampir ke kost terlebih dahulu setelah sampai untuk membersihkan kost dan shalat dluha, sekalian menunggu waktu wawancara. Setelah jam menunjukkan pukul 07.00 WIB, aku berangkat ke UIN SUKA dengan jalan kaki karena cukup dekat dari kostku. Sesampai di UIN SUKA Yogyakarta, aku masih harus menunggu panitia SIC. Setelah bertemu dengan mereka, aku dan peserta yang lain yang menjadi calon anggota SIC diajak ke kantor SIC. Aku memperkirakan wawancara dilaksanakan di UIN SUKA Yogyakarta, tetapi ternyata perkiraanku meleset. Wawancara SIC dilaksanakan di kantor SIC yang bertempat di dekat Kantor Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jadi, aku pergi ke kantor SIC dengan diboncengkan Mas Chandra, panitia SIC perwakilan UIN SUKA Yogyakrta. Dia mahasiswa tingkat akhir Fakultas Sains dan Teknologi atau Fakultas Santek UIN SUKA Yogyakarta waktu itu.
Sampai di kantor SIC sekitar pukul 08.30 WIB. Dan aku langsung melihata jadwal wawancara. Aku mendapatkan waktu pada pukul 13.10 WIB sampai dengan pukul 13.20 WIB. Aku kurang suka mendapatkan jatah di waktu tersebut karena aku ingin cepat pulang. Aku menanyakan ke panitia, apakah giliranku dapat ditukar dengan waktu lain? Ternyata hal itu diperbolehkan. Lalu, aku langsung memilih waktu pada pukul 08.40 WIB sampai dengan pukul 08.50 WIB.
Waktunya tiba, aku masuk ke ruang wawancara. Awal wawancara aku ditanya seputar hal yang bersifat formal, seperti “Bagaimana komitmenmu mengikuti organisasi SIC?”, “Apa motivasimu mengikuti organisasi SIC?”, dan hanya sebatas itu. Di tengah-tengah wawancara, berganti pertanyaan yang tidak formal, namun inilah yang kemudian menjadikan aku mendapatkan banyak pelajaran berarti di hari itu. Pertanyaannya adalah “Apa pengalamanmu yang paling berharga?”
Aku langsung menjawabnya dengan semangat, “Banyak, Mas. Yang pertama, adalah waktu Juni tahun 2000 Masehi. Aku meraih Juara III pada lomba Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Se-Kabupaten Klaten dalam rangka Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas. Itu raihan prestasi lomba tertinggi sejak beberapa kali aku mengikuti perlombaan, Mas. Waktu itu, aku baru duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar. Waktu itu, tentu saja aku sangat bahagia. Yang kedua, Mei 2002, ketika aku duduk di bangku kelas enam Sekolah Dasar, aku mendapatkan Juara Satu Lomba Mewarnai Kaligrafi Se-Karesidenan Surakarta yang bertempat di Pondok Pesantren Al Muayyad, Surakarta, disusul beberapa waktu kemudian menjadi Juara Satu Lomba Kaligrafi Se-Kabupaten Klaten yang bertempat di Gedung Al Mabrur Klaten, kompleks Rumah Sakit Islam Klaten yang juga berdiri sebuah stasiun radio yang bernama Salma Radio FM. Itu pengalaman terindah karena selain menjadi juara, ada kenangan tersendiri juga, Mas. Yang lomba kaligrafi, aku berlomba dengan perbekalan yang sangat minimal. Aku tidak mempunyai peralatan untuk perlombaan tersebut, seperti pensil warna, pentel, crayon, dan peralatan lainnya. Pentel hanya aku pinjam dari temanku yaitu Muhammad Aminullah. Sedangkan meja kecil untuk landasan menggambar dan mewarnai aku ganti dengan sebuah kardus berbentuk kubus. Yang ketiga, Juara Tiga Lomba Musabaqah Tilawah Al Quran cabang Murattal Putra pada bulan Agustus tahun 2007, yang bertempat di Pendopo kompleks Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Klaten. Cuma itu, Mas.”
Lalu, dia bertanya lagi setelah menjadi pendengar yang setia mendengarkan ocehan panjangku,”Apa saja pengalaman terburukmu, dik?” aku langsung menjawabnya dengan lengkap dan semangat seperti halnya aku menjawab pertanyaan sebelumnya,”Pengalaman terburukku, yang pertama aku terjatuh dari motor dengan kecepatan yang sangat tinggi sekitar seratus kilometer per jam, Mas. Terjadi sekitar tahun 2006, waktu aku duduk di bangku kelas sepuluh Sekolah Menengah Atas. Aku jatu kemudian tertindih motor dan terseret beberapa meter. Sampai kedua lenganku luka lecet banyak sekali, bajuku robk-robek, tetapi untung aku pakai helm, jadi kepalaku tidak apa-apa. Gara-gara kejadian itu, aku tidak masuk sekolah selama lima hari. Yang kedua, waktu tahun 2008, aku gagal sebanyak empat kali masuk ke perguruan tinggi negeri. Pertama, aku gagal masuk di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta dalam program Penelusuran Minat Dan Keterampilan (PMDK). Itu adalah program masuk ke perguruan tinggi negeri tanpa melewati jalur tes atau ujian, hanya berdasarkan ranking setiap semester selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Aku pikir aku optimis dapat diterima di UNS karena memang selain memenuhi syarat, rankingku juga selalu termasuk di tiga besar kelas setiap semesternya, hanya satu kali tidak tembus di tiga besar kelas, yaitu ketika kelas sebelas SMA semester dua, aku hanya duduk di peringkat lima kelas. Prestasiku melorot setelah pada semester sebelumnya aku bisa tembus di tiga besar dengan menduduki peringkat tiga kelas.namun, pada tanggal 9 bulan Maret tahun 2008, namaku tidak ada di dalam pengumuman PMDK UNS tahun itu ketika aku membuka website UNS. Aku cukup kecewa, langkah pertamaku gagal, itu berarti aku harus mencari jalan lagi dan berusaha lebih keras lagi. Kedua, aku mencoba di Ujian Masuk (UM) di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Waktu itu, aku memang sudah tidak bersunguh-sungguh dari awal karena aku juga tidak didukung sepenuhnya oleh keluargaku dengan alasan mahalnya biaya kuliah di UGM dan lingkungan yang kurang disukai oleh keluargaku. Selain itu, aku juga tidak mempersiapkan diri dengan baik, karena memang aku tidak belajar dan latihan. Namun, pada bulan Februari tanggal 3 tahun 2008, aku mengikuti try out (sejenis latihan ujian) yang diselenggarakan oleh Balairung, yaitu suatu organisasi di UGM Yogyakarta yang anggotanya khusus mahasiswa-mahasiswa dari Klaten. Meskipun begitu, aku tetap saja gagal. Tengah malam, pada tanggal 7 bulan Juni tahun 2008, aku mengirim SMS ke nomor UGM Yogyakarta dan diberi jawaban bahwa namaku tidak tersedia di daftar nama calon mahasiswa yang diterima di UGM Yogyakarta. Ketiga, aku berusaha lewat Seleksi Mandiri yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta. Berbeda dengan UM UGM, di Seleksi Mandiri UNY aku berusaha sungguh-sungguh, aku mencoba belajar dan latihan serta didukung oleh kedua orang tuaku. Namun, sehari sebelum ujian, aku merasa agak sakit. Rencananya, setelah menengok denah tempat duduk ujian di Sekolah Menengah Kejuruan Depok, Yogyakarta, aku menginap di rumah kakakku di Bantul agar ketika berangkat keesokan harinya ke lokasi untuk ujian, tidak terlalu jauh sehingga tidak capek. Namun, setelah menengok denah tempat duduk di SMK Depok Yogyakarta, aku meminta pulang kepada ayahku yang mengantarkan aku. Hal itu membuatku harus bersiap-siap dan berangkat pagi sekali. Aku berangkat keesokan harinya pada pukul 05.00 WIB. Setelah sekian lama (sekitar satu bulan) menunggu, pada tanggal 5 bulan Juni tahun 2008 (dua hari sebelum pengumuman UM UGM), aku melihat pengumuman di website UNY dan hasilnya aku gagal lagi. Aku sangat kecewa.
Keempat, aku mencoba lagi. Kali itu, aku mencoba melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri atau yang disingkat SNMPTN. Jalur ini berbeda dengan beberapa jalur yang aku lalui sebelumnya. Jalur ini merupakan jalur memasuki perguruan tinggi negeri dengan cara mengikuti seleksi dan ujian yang diadakan serentak baik waktu dan juga soalnya sama secara nasional. Sehingga jalur ini bisa saja lebih sulit dari jalur-jalur yang aku lalui sebelumnya, yang merupakan jalur ujian local dan pesertanya tidak sebanyak peserta ujian SNMPTN. Namun, ada kalanya justru kompetisi sangat ketat pada ujian local itu karena para calon mahasiswa ingin menggunakan kesempatan lebih awal sehingga bisa jadi lebih sulit dari SNMPTN. Ketika SNMPTN, aku memilih wilayah atau lokasi ujian di Surakarta. Itu artinya, aku harus mengikuti ujian di wilayah Surakarta. Namun, karena di Surakarta hanya da satu perguruan tinggi negeri, maka tempat diselengarakannya pendafataran SNMPTN hanya di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Tetapi, karena hanya ada satu perguruan tinggi negeri yang menjadi penyelenggara SNMPTN sedangkan pesertanya sangat banyak dan UNS Surakarta tidak mampu menampung semua peserta SNMPTN, maka lokasi ujian bisa diperluas dengan meminjam area institusi pendidikan yang lain. Hal ini membuatku mendapatkan lokasi ujian di Sekolah Menengah Atas Negeri Satu Surakarta, tepatnya di lantai dua. Ketika SNMPTN, aku mengambil jurusan pendidikan biologi di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada pilihan pertama dan jurusan psikologi di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta pada pilihan kedua. Artinya, jika aku tidak diterima di pihan pertama, maka aku akan diterima di pilihan kedua, atau bahkan tidak diterima di dua pilihan tersebut jika nilai ujianku tidak memenuhi. Namun, akhirnya aku tidak diterima di dua pilihan tersebut. Ketika itu, pagi setelah shubuh, tanggal 1 bulan Agustus tahun 2008, aku membeli surat kabar harian Solopos dan namaku tidak tercantum di daftar peserta SNMPTN wilayah Surakarta. Aku sangat sedih dan kecewa, gagal beberapa kali dan kali itu, aku menorehkan kegagalan di hari sebelum aku ulang tahun yang kedelapan belas. Aku merasakan hal itu sangat berat, ketika saat krusial, namun aku selalu gagal. Aku sampai berpikir bahwa Tuhan sudah tidak memihak aku lagi. Setelah beberapa hari aku larut di dalam kekecewaaan dan kesedihan, aku berusaha untuk bangkit dan mengikuti dua jalur ujian di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu lewat Penelusuran Calon Mahasiswa Berprestasi atau disingkat PCMB – jalur masuk perguruan tinggi negeri UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tanpa ujian dan berdasarkan ranking setiap semester – dan Ujian Tulis atau disingkat UTUL – jalur masuk ke UIN SUnan Kalijaga Yogyakarta melalui ujian yang berjenis Tes Potensial Akademik. Aku mengikuti dua jalur agar peluangku diterima lebih besar. Setelah ujian dan menunggu pengumuman beberapa minggu, sampailah pada tanggal 4 bulan Agustus tahun 2008. Pagi itu, aku mendapatkan sebuah kabar dari kekasihku waktu itu, kalau UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sudah mengumumkan calon mahasiswa yang diterima lewat jalur PCMB maupun jalur UTUL. Aku cukup terkejut karena di dlaam info ujian, pengumuman baru akan diterbitkan pada tanggal 9 bulan Agustus tahun 2008. Setelah itu, langsung saja aku mandi dan pergi ke warung internet terdekat untuk membuka website UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan melihat pengumuman calon mahasiswa yang diterima lewat jalur PCMB dan UTUL. Dan, alhamdulillaah aku diterima di dua jalur sekaligus pada pilihan pertama, yaitu program studi psikologi. Aku sangat bersyukur dan sangat senang. Setelah empat kali gagal menempuh ujian, akhirnya aku mendapatkan jalanku. Semua itu sangat berarti bagiku karena memberikanku banyak pelajaran di balik itu semua, meskipun aku ahrus merasakan kepahitan dan keburukan itu. Cukup itu, pengalaman terburukku, Mas.” Begitu jawabku.
Selain pertanyaan di atas, para pewawancara juga memberikan pertanyaan mengenai bagaimana gambaran diriku menurutku sendiri.
Setelah panitia Source of Inspiration Community sebanyak lima orang hanya menjadi pendengar setia, di akhir wawancara mereka memberikan beberapa hal yang bagiku sangat penting dan berharga, terutama untuk evaluasi diriku.
Salah satu orang dari mereka mengatakan bahwa aku adalah orang yang egois. Argumentasi yang dia berikan kepadaku untuk pernyataannya yang mengatakan bahwa aku egois cukup logis dan rasional juga. Ketika aku wawancara, khususnya ketika aku menjawab pertanyaan tentang pengalaman terbaik dan pengalaman terburuk di dalam hidupku, aku menjawab dengan sangat lengkap dan juga menyampaikan alasan mengapa pengalaman itu menjadi yang terbaik atau menjadi yang terburuk di dalam hidupku sebelum aku ditanya alasan oleh para panitia Source of inspiration Community. Aku sangat egois karena aku bercerita mengenai duniaku sendiri dan hal itu berarti aku memaksa setiap orang yang mendengarkan ceritaku untuk terjun penuh ke duniaku dan menyuruh mereka untuk memahami duniaku sepenuhnya padahal duniaku sangat jelas berbeda setiap masanya dengan orang lain yang menjadi pendengar ceritaku. Mereka tidak paham mengenai duniaku tetapi aku menyeretnya ke dalam pengalaman hidup duniaku dan aku memaksa mereka untuk memahami sepenuhnya seluruh ceritaku.
Selain itu, aku egois karena merampas hal orang lain yang menjadi pendengar ceritaku. Aku menyampaikan alasan-alasan mengenai penyebab pengalaman itu menjadi baik atau buruk sebelum aku ditanya oleh pendengar. Hal itu berarti aku merampas hal bertanya dari para pendengar ceritaku.aku merampas hal bertanya orang lain dengan mengatakan jawaban dari pertanyaan yang akan disampaikan oleh pendengarku meskipun aku tidak mengetahui pendengarku akan menanyakan hal itu kepadaku.
Dari jawaban-jawaban dari wawancaraku itu, aku juga diklaim oleh para panitia Source of Inspiration Community bahwa aku adalah seorang yang ambisius. Orang ambisius akan cenderung menjadi arogan, dan hal itu bukanlah sifat yang baik. Orang yang ambisius akan selalu mengejar target dan menginginkan target itu tercapai di dalam waktu yang dekat, sehingga banyak orang ambisius yang bias saja menghalalkan segala cara untuk mendapatkan dan mencapai ambisi dan tujuannya itu. Selain itu, perasaan orang ambisius ketika dia bias mencapai keberhasilan dan kesuksesan, dia kan merasa sangat bangga dan bahagia serta tinggi dan superior. Dia merasa bahwa raihan yang dia capai merupakan raihan yang sangat tinggi dan berharga. Hal tersebut mempunyai dampak yang tidak bagus. Setelah berhasil, jika dia menemui sebuah kegagalan, justru dia akan merasa bahwa dia jatuh dari suatu tempat yang sangat tinggi. Sehingga, kegagalan itu bisa saja menjadi sebuah akhir dunia. Hal tersebut disebabkan oleh perasaannya ketika berhasil dan menganggap keberhasilan itu sebagai hal tertinggi yang diraihnya. Ketika dia berada di dalam perasaan seperti itu, dia merasa di tempat yang tertinggi. Dan jika dia gagal, dia merasa terjatuh dengan sangat sakit dari tempat yang tertinggi itu.
Berbeda dengan orang-orang yang selalu sabar dan tidak ambisius. Perbedaannya antara orang yang sabar dengan orang yang sangat ambisius adalah dalam berusaha mencapai keberhasilan, orang yang sabar ibarat menaiki anak tangga, naik selangkah demi selangkah sedikit demi sedikit disertai dengan ketelitian dan kesabaran serta cara yang benar, sehingga jika menemui kegagalan dan kesulitan, dia hanya jatuh dari beberapa anak tangga dan itu tidak membuatnya sangat kecewa karena hanya jatuh dari tempat yang dia rasa bukan tempat yang sangat tinggi meskipun sebenarnya keberhasilan merupakan raihan yang tertinggi dari sebuah proses. Kemudian, jika masih menginjakkan kaki di bumi, artinya dia masih merasa pencapaian itu hal yang biasa, dilalui dengan cara yang teliti dan benar. Dia akan evaluasi dan tidak sombong.
Berbeda dengan orang yang ambisius yang ibarat dia mencapai keberhasilan seperti orang yang naik tebing sangat tinggi, bahkan caranya kadang tidak benar dan tidak teliti, seolah-olah tidak memakai pengaman. Jika dia berhasil, dia merasa capaiannya itu sangat tinggi dan hebat berada di puncak tebing keberhasilan dan kesuksesan itu. Namun, jika dia gagal dan terjatuh, dia akan berada dalam kondisi awal, abhkan lebih buruk dari kondisi awal sebelum dia berhasil, sangat kecewa dan sakit sekali.
Mengenai orang yang ambisius, biasanya mereka emosional. Mereka sangat ingin mencapai target dan sasarannya, bahkan kadang tidak memperhatikan mengenai cara memperolehnya, sehingga hal tersebut bias saja membuatnya ceroboh dan tidak teliti yang pada akhirnya justru rawan pada kegagalan. Namun begitu, ada baiknya juga mengenai hal ini. Ambisius dapat membuat motivasi orang sangat tinggi dan hal ini akan membuatnya pantang menyerah di dalam berusaha dan mengejar serta menggapai impiannya. Ditambah lagi dengan emosi yang juga cukup tinggi sehingga membuatnya sangat cepat.
Hal tersebut akan berkaitan dengan perkataan salah seorang dosenku, yaitu Bapak Haji Abdul Malik Utsman. Beliau merupakan seorang dosen mata kuliah Tauhid dan juga seorang ulama Muhammadiyah. Beliau mengatakan bahwa orang yang baik, tidak perlu target dan sasaran untuk menjadi lebih baik dan meraih hasil yang bagus. Target dan sasaran hanyalah sebagai rangsangan atau stilmuli. Sehingga orang yang baik akan berusaha selalu apapun nanti hasilnya, bagaimanapun nanti hasilnya dan tidak berorientasi pada hasil dan target. Usaha itu merupakan bagian dari takdir dan itulah yang dapat mengubah takdir manusia jika Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa berkenan. Seberapa besar usaha manusia, namun setelah manusia berusaha maka akan menjadi “Back to Zero”, artinya tidak ada lagi yang bias dilakukan oleh manusia setelah berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin kecuali hanya berdoa dan pasrah serta tawakkal kepada Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Keputusan dan hasil merupakan hak prerogative Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan manusia tidak bias mencampurinya. Keputusan itulah yang terbaik untuk manusia dan terbaik menurut Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa untuk manusia meskipun banyak manusia yang memprotes dan tidak terima dengan keputusan dan hasil yang tidak sesuai dengan harapan dan targetnya. Mereka berpikir hal itu tidak seimbang dengan usahanya meskipun pemikiran mereka sebenarnya juga tidak sepenuhnya benar.
Berbicara mengenai target dan sasaran yang mempunyai ibarat sebuah rangsangan dan stimuli, maka berkaitan dngan sebuah aliran psikologi, yaitu psikologi behavioristik. Madzhab psikologi ini berasumsi bahwa makhluk hidup, termasuk manusia, merupakan sebuah bentukan alam dengan pemberian stimuli kepadanya, yang kemudian makhluk hidup tersebut memberikan respond an reaksi untuk menanggapi dan mengatasi stimuli tersebut serta mengolahnya. Jika manusia bergerak, dalam hal ini berusaha, karena berorientasi pada target atau saran, berarti usaha manusia itu merupakan respon dari stimuli rencana target itu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang membentuk mensuai itu adalah alam melalui proses stimuli – respon karena pada lahirnya, manusia diibaratkan seperti tabula rasa yang bersih dari coretan seperti yang telah dirumuskan oleh John Locke. Tesis ini mendapatkan antitesis dari psikologi humanistic yang sering disebut dengan madzhab ketiga. Aliran psikologi humanistic menganggap tesis behavioristik itu mematikan potensi kodrat manusia dan mendiskreditkan manusia karena manusia lemah menurut mereka. Aliran psikologi humanistic juga tidak setuju dengan asumsi psikoanalitik dan behavioristik yang menganggap manusia bersifat mekanistik. Namun, antitesis yang diajukan oleh kaum humanistic ini menganggap bahwa manusia sepenuhnya berbuat karena potensinya, bukan karena reaksi dari alam. Manusia berbuat karena ingin mencapai aktualisasi diri danrealisasi diri, yaitu sebuah usaha untuk mengerahkan dan mengeluarkan semua potensi untuk menggapai tingkat tertinggi manusia. Manusia bebas memilih dan bertindak dalam hidupnya dan juga harus bertanggung jawab sehingga menemukan arti kehidupannya yang sebenarnya, hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh tokoh madzhab eksistensialisme yaitu Viktor Frankl yang mengalami pengalaman yang sangat mengerikan di camp Nazi dan hampir dibunuh oleh tentara Nazi.
Sehingga, maksud dari dosenku tersebut adalah seperti yang diungkapkan oleh Madzhab Humanistik itu. Madzhab Humanistik tersebut dipelopori oleh Abraham Maslow dan Carl Rogers. Kedua orang tersebut mempunyai Teori Motivasi dan Teori terapi Berpusat pada Klien. Sedangkan madzhab behavioristik dipelopori oleh Ivan Petrovich Pavlov dengan eksperimen pengkondisian klasik dengan menggunakan seekor anjing yang dieksperimen akan mengeluarkan air liur tanpa melihat daging dan hanya mendengar suara lonceng bel setelah daging dikondisikan dan diasosiasikan terikat dengan bel tersebut. Pengkondisian tersebut kemudian dilanjutkan oleh Burhus Frederick Skinner dengan pengkondisian operand an Edward Lee Thorndike dengan Stimulus – Respon yang menggunakan seorang anak bayi bernama Albert yang awalnya takut pada tikus putih dan kemudian takut pada tikus putih setelah tikus putih dikondisikan dan diasosiasikan dengan suara bel yang menakutkan. Meskipun begitu, target dan sasaran dari rencana juga merupakan hal yang cukup penting di dalam memberikan arah perjalanan dari rencana seseorang. Target merupakan sebuah arah yang akan dituju selama usaha dilakukan sampai pada akhirnya target dapat dicapai. Ketika seseorang melakukan sesuatu, misalnya sebuah usaha, seseorang itu seperti melakukan sebuah perjalanan yang cukup panjang dan tentunya dalam perjalanan tersebut ada sebuah tujuan yang ingin dicapai dan untuyk memberikan arah perjalanannya agar perjalanannya teratur dalam satu arah dan juga agar dia mengetahui hal-hal apa saja yang dibutuhkan di dalam mencdapai rencananya tersebut. Jika tanpa arah dan tujuan, maka perjalanannya tidak akan berarti dan tidak akan beraturan. Begitu saja, sebuah usaha. Sebaiknya disertai dengan sebuah target untuk arah usaha tersebut. Namun, sebaiknya tidak perlu sangat berorientasi pada target karena dapat menyebabkan beberapa hal, diantaranya adalah mendahului ketentuan Tuhan sebelum berusaha. Yang terpenting adalah berusaha sebaik dan semampunya dengan mengerahkan seluruh tenaga, pikiran, materi, dan waktu untuk menjalani rencana dan mencapai target dan tidak berorientasi pada target karena hasil merupakjan hasil sampingan dari usaha maksimal seseorang yang kemudian dia bias belajar mengaktualisasikan diri yang lebih penting dari sebuah hasil sekailipun.
Target ada dua, yaitu keberhasilan sebagai imbalan atau hadiah dan kegagalan sebagai resiko atau spekulasi. Keduanya saling melengkapi. Keberhasilan bukan merupakan surga dunia, begitu juga kegagalan bukan merupakan akhir dari segalanya. Keberhasilan juga bukan hal utama dan pertama yang didpaat, namun lebih pada sebuah hasil sampingan ketika seseorang dapat mengerahkan dan mengeluarkan seluruh potensinya sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Sering keberhasilan didapatkan oleh mereka yang sedikit berusaha dan kegagalan didapatkan oleh mereka yang banyak berusaha. Hal itu yang memicu orang tidak percaya lagi kepada Tuhan dan membuat mereka menempuh jalan pintas untuk meraih keberhasilan tersebut tanpa memikirkan bahwa cara yang dia pakai itu adalah cara yang tidak baik dan tidak benar. Meskipun begitu, entah keberhasilan atau kegagalan, apa yang didapatkan oleh manusia merupakan hal yang terbaik karena Tuhan Maha Bijaksana, Maha Adil, dan Maha Mengetahui. Semuanya sudah diperhitungkan oleh-Nya secara super detail dan super teliti.
Kegagalan bukan merupakan sebuah hukuman, namun lebih pada sebuah sinyal untuk membuat manusia mengevaluasi usaha yang dilakukannya dan mengambiul hikmah di balik kegagalan itu.
Anehnya, kebanyakan manusia lebih melihat pada hasil daripada melihat pada proses yang sebenarnya lebih penting dari sebuah hasil. Hal ini disebabkan oleh karena hasil merupakan sebuah akhir dan produk dari usaha dan proses dan bersifat praktis untuk dilihat serta berbeda dengan usaha dan proses yang membutuhkan kesetiaan di dalam melihat sebuah proses dan usaha serta membutuhkan empati untuk melihat dan memahami sebuah proses usaha tersebut. Bahkan ada beberapa orang yang sudah melihat dan anehnya mencemooh ketika seseorang baru menetapkan sebuah target sebagai sebuah arah usahanya. Namun, hal itu bukan merupakan hal yang penting untuk dipikirkan tetapi dapat dijadikan sebagai sebuah motivasi sebagaiu tambahan bahan abakar energi dan kekuatan untuk berusaha lebih di dalam meraih impian. Hal yang terpenting adalah berusaha sebaik mungkin, semaksimal mungkin, dan semampunya tanpa banyak bicara dan mengeluh serta bersikap sabar, optimis, berprasangka baik pada Tuhan, dan teliti di dalam berusaha.
Banyak orang yang berhasil pada awal impiannya dicderca dan dicemooh serta diejek oleh banyak orang, salah satu diantaranya adalag Thomas Alva Edison. Ilmuwan yang mempunyai ratusan hak paten atas penmuannya sendiri, salah satunya adalah bola lampu yang memakai kawat Wolfram dan mesin fotocopy. Banyak orang yang tidak melihat dan memahami usahanya menciptakan bola lampu wolfram tersebut yang ternyata gagal menyala sebanyak tiga truk dan hanya melihat keberhasilannya menciptakan bola lampu wolfram yang dapat menyala setelah sekian banyak menemui kegagalan.
Selain itu, Ferdinand Magelhaens. Dia merupakan salah seorang yangf membuktikan bahwa bumi itu adalah bulat, bukan datar seperti yang diasumsikan oleh banyak orang pada jamannya. Ketika dia akan mengadakan ekspedisi untuk membuktikan bahwa bumi ini bulat, dia diejek oleh banyak orang dan mereka mengatakan bahwa Magelhaens dan rombongannya yang naik kapal akan jatuh di jurang yang sangat dalam dan curam di tepi bumi. Namun, pada Magelhaens dan rombongannya tidak takut dan tidak gentar menghadapi ejekan dan ancaman tersebujt sehingga dia menjadi orang pertama yang berhasil mengelilingi bumi meskipun dia terbunuh saat terjebak di Filipina yang sedang terjadi peperangan.
Kemudian, Galileo Galilei yang membuktikan pendapat Nikolaus Copernicus bahwa bumi itu bukan pusat tata surya (Geocentrism) tetapi justru matahari lah yang merupakan pusat tata surya (Heliocentrism) meskipun pada akhirnya dia dihukum mati karena menentang pendapat gereja.
Terakhir adalah Nabi Muhammad Shollalloohu ‘Alayhi Wa Sallam yang menyampaikan firman Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa pada Al Quran Surat Ar Rahmaan ayat tiga puluh tujuh yang menyatakan bahwa bumi dan alam semesta tercipta dari sebuah ledakan besar yang berwarna merah. Waktu itu, beliau dianggap gila karena mengatakan sesuatu hal yang revolusioner, namun sekitar empat belas abad kemudian, tercipta teori Big Bang yang berarti ledakan besar dan mengasumsikan bahwa bumi dan alam semesta tercipta karena sebuah ledakan besar yang maha dahsyat sehingga serpihan-serpihan partikel ledakan tersebut mengitari matahari yang mempunyai daya grafitasi yang sangat tinggi dan kemudian berkumpul menjadi planet termasuk bumi, dan bintang yang tidak meledak itulah yang kemudian menjadi matahari.
Cukup banyak bukti mengenai hal di atas dan pada akhirnya orang yang berhasil yang berani mencoba segala cara dan menghadapi tantangan, yang menjadi berguna untuk orang lain dan kehidupan, bukan orang yang hanya diam di zona aman. Seperti halnya pohon yang besar dan kuat menghadapi badai yang dapat menjadi tempat berteduh manusia dan makhluk lain, bukan rumput pendek yang tidak tinggi dan tidak kuat serta tidak menghadapi serangan badai. Itulah yang digambarkan oleh Ninstain Odop, penulis buku “Gagal Itu Indah.”
Banyak hal yang aku pelajari saat wawancara itu berlangsung, salah satunya adalah aku merupkaan orang yang mengakui bahwa aku memiliki kekurangan, yaitu emosional dan ambisius. Namun, yang penting adalah bagaimana memaksimalkan potensi positif yang aku miliki.
Beberapa hari setelah itu, aku mendapatkan info dari pihak Source of Inspiration Community bahwa aku diterima menjadi anggotanya. Namun, tidak alama setelah pemberitahuan itu, aku mundur dari Source of Inspiration Community karena ada beberapa masalah dan penyebab.
Pengalamanku di Source of Inspiration Community yang hanya sekejap mengawali pengalaman-pengalaman berhargaku di semester tiga ketika kuliah. Selanjutnya, aku keluar dari Source of Inspiration Community karena beberapa alas an. Salah satunya adalah lokasi markas kantor Source of Inspiration Community yang dekat Kantor Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang jauh dari lokasi kosku di Yogyakarta, yang tentu saja memerlukan transportasi atau kendaraan untuk menjangkaunya. Alas an inilah yang seolah-olah membuat alasan-alasan baru dan menjadikan itu sebagai awal masalah-masalah lain.
Pengalamanku di Source of Inspiration Community yang hanya sekejap mengawali pengalaman-pengalaman berhargaku di semester tiga ketika kuliah. Selanjutnya, aku keluar dari Source of Inspiration Community karena beberapa alas an. Salah satunya adalah lokasi markas kantor Source of Inspiration Community yang dekat Kantor Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang jauh dari lokasi kosku di Yogyakarta, yang tentu saja memerlukan transportasi atau kendaraan untuk menjangkaunya. Alas an inilah yang seolah-olah membuat alasan-alasan baru dan menjadikan itu sebagai awal masalah-masalah lain.
Aku merupakan anak terakhir dari keluarga yang sangat sederhana namun cukup meskipun juga kadang kekurangan. Cukup membingungkan memang untuk menggambarkan kondisi keluargaku, terutama kondisi ekonominya. Apapun itu, aku tetap bersyukur terlahir di tengah-tengah keluargaku.
Aku diajarkan untuk hidup tidak bermewahan dan tidak bermegahan, salah satunya aku tidak dibelikan kendaraan bermotor di saat anak-anak seusiaku dibelikan kendaraan bermotor oleh orang tua mereka karena kegiatan mereka yang bertambah banyk seiring bertambahnya usia mereka dan jangkauan mereka.
Sebenarnya, transportasi merupakan factor penting di dalam pengembangan diri. Dan itulah yang menjadi masalah awal dan alas an mengapa aku keluar dari organisasi Source of Inspiration Community. “Aku tidak mempunyai motor dan aku sulit pergi ke mana-mana ketika ada acara. Jika aku naik transportasi umum, biayaku cukup namun pada akhirnya akan habis dan aku tidak bisa menabung padahal di sisi lain aku juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang ayahku tidak mempedulikannya karena dianggap tidak penting.” Itulah kambing hitam permasalahanku dan alasanku untuk berdiam diri di tempat.
Alas an itu sebenarnya cukup mengganggu ketenangan pikiranku. Aku ingin mempunyai jangkauan gerak yang luas dan berkembang namun aku tidak mempunyai fasilitas yang cukup. Setelah itu, masih ada saja konflik di dalam pikiranku untuk melawan alasanku itu. Antitesisku itu adalah orang-odi waktu dulu, ketika belum banyak kendaraan pribadi, bisa berkembang juga dan bahkan mempunyai sebuah jangkauan yang cukup luas dari tempat asalnya sehingga mereka bisa sukses.
Tidak berhenti di situ, masih saja ada semacam pembelaan diri untuk mengurangi konflik di dalam pikiranku tersebut dan untuyk membentengi diriku. “Jaman dulu berbeda dengan jaman sekarang. Kedua jaman itu tidak bisa disamakan begtu saja. Jaman dulu tidak ada arus globalisasi dan manusia dituntut bertindak dan berkembang dengan fasilitas yang seadanya. Namun, pada jamanku, jaman sekarang, sudah mengalir arus globalisasi dengan derasnya sehingga ilmu pengetahuan juga semakin berkembang dengan pesat dan juga tercipta berbagai fasilitas-fasilitas yang canggih untuk mencapai ilmu pengetahuan tersebut sehingga manusia harus bersikap cepat di dalam memperoleh ilmu dan mengembangkan diri dengan ditunjang berbagai fasilitas yang modern dan canggih. Manusia pada jaman itu harus tangguh di dalam berkompetisi.”
Akhirnya pikiranku terus bergumul dengan kondisi konflik seperti itu. Dan, akhirnya juga aku memilih berdiam diri. Aku memilih berdiam diri pun bukan karena tanpa dasar dan aku tidak mau berkembang. Soal organisas, ketika aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas aku pernah mengikuti dua organisasi, yaitu Dewan Ambalan Pangeran Diponegoro Gugus Depan XI.10.15.001/002 Pangkalan Sekolah Menengah Atas Negeri Satu Karanganom menjabat sebagai Pradana II dan Syiar Kegiatan Islam Sekolah Menengah Atas Negeri Satu Karanganom menjabat sebagai Ketua Bidang Kajian dan Syiar Islam. Aku cukup aktif dan bahkan menjadi ujung tombak keberhasilan kedua organisasi tersebut.
Meskipun begitu, organisasi di tingkat Sekolah Menengah Atas jelas dan jauh berbeda dengan organisasi di tingkat perguruan tinggi yang ruang lingkup permasalahan yang ditangani juga lebih luas dan kompleks, yang bisa saja mencapai masalah politik. Lokasi dan kondisi kampus yang menyerupai Negara membuatnya tidak hanya menjadi lokasi edukasi namun juga lebih dari itu, menjadi miniature Negara yang mencakup masalah politik dan social. Sehingga organisasi di tingkat kampus merupakan sangat penting di dalam pengembangan diri.
Suatu ketika, aku pernah bergerak keluar dari zonaku sebagai mahasiswa yang aktif dan kritis di dalam perkuliahan menjadi mahasiswa yang berorganisasi. Aku tidak menghiraukan lagi soalkonflik transportasi itu, namun muncul lagi konflik baru did lam diriku yang berkaitan dengan diriku sendiri.
Aku ingin mengikuti sebuah organisasi besar di akmpusku yang seering memenangi pemilihan umum mahasiswa di kampus Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Alasanku mengikuti organisasi tersebut karena tentu saja aku ingin berkembang menjadi lebih baik dan lebih maju. Lalu, mengapa aku memilih organisasi tersebut? Apakah karena Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan organisasi terbesar waktu itu? Mungkin itu salah satu alasannya. Tetapi, jauh dari itu, aku memilih Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia karena Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan organisasi independent untuk para mahasiswa yang diciptakan oleh Nahdlatul ‘Ulama (NU). Ya, memang benar, seperti yang diketahui, aku beragama Islam dan menganut madzhab Nahdltul ‘Ulama Imam Syafi’i. meskipun bhegitu, aku adalah orang yang penuh toleransi.
Selain ingin masuk ke dalam organisasi tersebut, aku juga ingin mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Jama’ah Qurra wal Huffadz (JQH) Al Mizan divisi Kaligrafi. Aku suka kaligrafi. Karena itulah aku ingin meningkatkan kemampuanku di bidang itu dengan mengikutin UKM JQH Al Mizan tersebut.
Aku ingin kebih berkembang di semester tiga dengan mengikuti dua organisasi tersebut, PMII dan JQH Al Mizan. Namun, ketika aku akan mengikuti seleksi JQH Al Mizan dan Pelatihan Kader Dasar (PKD) PMII, aku jatuh sakit. Aku sakit gejala typus. Kata dokter, aku terlalu capek. Jadi, aku tidak mengikuti seleksi kedua organisasi tersebut sehingga akhirnya aku tidak jadi masuk dan mengikuti kedua organisasi tersebut.
Tetapi, tidak sesederhana itu. Dari pengalaman itu, aku belajar memahami diriku sendiri lagi. Ada apa di balik itu semua? Apakah karena sakit? Atau justru ada alasan lain? Sejak hal itu terjadi, konflik di dalam pikiranku bertambah lagi. Tidak hanya seputar fasilitas dan transportasi untuk berkembang, namun juga minat dan kemampuan di dalam diriku serta daya tahan terhadap aktifitas yang padat dan banyak.
Sepintas, memang aku tidak ikut dalam organisasi karena ketika seleksi, aku jatuh sakit. Lebih jauh lagi, menjelang seleksi, minatku untuk ikut kedua organisasi tersebut menurun. Itupun masih meyisakan pertanyaan lagi. Mengapa minatku turun? Apakah karena aku sakit? Atau karena aku memang kurang berniat mengikuti PMII dan UKM JQH Al Mizan? Dua alas an itu memang benar.
Aku merasa sangat lelah waktu itu dan sakit karena banyak tugas kuliah dan mengaji serta membaca buku sehingga menyebabkan minatku turun. Namun, ada hal lain lagi yang ikut andil di dalam mengurangi minatku itu. Aku mempersepsi bahwa kegiatan di orgasnisasi itu tidak aku suaki. Aku mengetahui bahwa aku salah. Jika aku ingin berkembang dan lebih baik, aku tidak boleh menghiraukan kegiatan itu karena sudah pasti bahwa kegiatan di organisasi merupakan kegiatan positif, terlepas dari apakah aku suka atau tidak akan kegiatan itu. Namun, ketika itu, ketika menjelang seleksi, aku diliputi konflik seperti itu, dan aku menjadi bingung. Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk memantapkan kemabli niatku seperti jauh hari sebelum seleksi UKM JQH AlMizan dan PKD PMII.
Lalu, aku sakit karena terlalu asyik dengan tugas-tugas kuliah dan kegiatan membaca bukuku. Aku sakit menjelang seleksi UKM JQH Al Mizan dan PKD sehingga aku batal mengikuti dua organisasi itu. Setelah beberapa waktu berlalu sejak kejadian itu, aku jatuh sakit lagi, dan lagi, kata dokter aku sakit gejala typus lagi karena terlalu capek dan kurang makan. Aku sendiri sampai bingung, mengapa aku sakit padahal kegiatan yang ku lakukan juga mungkin sama banyaknya dengan teman-temanku?
Aku juga baru menyadari bahwa daya tahan tubuhku tidak terlalu tinggi, aku merupakan orang yang mudah sakit. Muncul lagi hal baru yang aku pikirkan dan pelajari. Aku sering disamakan dengan teman-temanku. Mereka bilang bahwa mereka juga capek dan lelah namun mereka tetap beraktifitas di organisasi. Baiklah, kalau begitu. Aku akui bahwa mereka hebat karena meskipun mereka lelah dan capek, mereka tetap aktif di organisasi. Tetapi, yang terpenting dari hal itu, aku mendapatkan sebuah peremehan karena aku dibandingkan dengan mereka. Mereka tidak sadar akan hal itu, aku dan mereka memang sama-sama manusia, namun lebih jauh lagi, yang harus mereka pahami adalah aku adalah aku, mereka adalah mereka. Aku mempunyai bentuk fisik ,cara berbicara, berperilaku, berpikir, ketahanan tubuh yang berbeda dengan mereka. Standart nilai dan keberhasilan antara aku dengan mereka pun juga berbeda. Individual differencies juga tidak bisa dihindarkan di dalam kehidupan, karena itu perlu adanya sikap toleransi, empati, pemahaman kondisi orang lain di sekitar kita.
Jadi, baiklah. Aku mengakui bahwa aku tidak sehebat mereka yang aktif di dalam beraktifitas dan berorganisasi. Meskipun aku terlihat berdiam diri, bukan berarti aku tidak melakukan apapun untuk pengembangan diriku. Justru dari pengalaman itu, aku mendapatkan satu hal lagi pelajaran berharga. Aku menganalisis dari sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang lain, lalu aku ambil sesuatu itu untuk aku pelajari. Aku memang bukan orang yang hebat, namun aku suka mempelajari pengalamanku sendiri dan hal-hal lain di sekitarku. Aku mempelajari beberapa ilmu yang sejatinya cukup penting namun diacuhkan oleh banyak orang.
Berhubungan dengan berbagai hal yang telah aku deskripsikan di atas, banyak orang yang sudah mendewakan suatu makhluk yang bernama organisasi. Mereka berdalih bahwa organisasi merupakan wujud nyata dari sebuah teori dan ilmu. Hal ini menyebabkan kesan bahwa organisasi lebih baik daripada ilmu Karena memungkinkan seseorang mampu memecahkan permasalahan di dalam hidupnya. Mereka juga berasalan bahwa di organisasi mereka dapat bertindak dengan nyata dan tegas terhadap sebuah realita.
Mereka jelas berkebalikan dengan kalangan yang sangat pandai di dalam ilmu pengetahuan. Namun, setahuku kalangan ini tidak terlalu terlihat seperti halnya kalangan organisasi yang sangat mencolok eksistyensinya di dalam kehidupan. Meskipun begitu, bukan berarti kalangan ilmuwan sama sekali tidak terlihat eksistensinya di dalam kemanfaatan hidup dan pemecahan permasalahan.
Jujur saja, aku adalah orang yang pernah menjadi orang organisasi – meskipun hanya organisasi sekolah dan kecil – dan juga pernah menjadi orang yang bukan orang orang organisasi. Bagiku, seperti halnya yang diungkapkan berbagai orang bijak, organisasi dan ilmu keduanya sama-sama penting. Tidak ada yang lebih penting daripada yang lainnya. Tidak ada yang lebih baik daripada yang lainnya. Organisasi tidak lebih baik daripada ilmu dan ilmu juga tidak lebih baik daripada organisasi. Organisasi tanpa ilmu akan sia-sia dan ilmu tanpa organisasi juga akan hampa.
Ilmu ibarat hulu dan organisasi ibarat hilir. Ilmu adalah makanan dan organisasi adalah sebuah wadahnya untuk memasak dan menikmati makanan ilmu itu. Sehingga, keduanya harus berjalan dengan selaras, seimbang, dan serasi. Mereka berdua ibarat dua buah kaki di dalam satu tubuh. Mereka harus ada dan berjalan bergantian serta saling melengkapi dan membantu untuk mencapai sebuah tujuan yang mulia. Organisasi dan ilmu ibarat dua buah sayap burung yang harus dikepakkan secara seimbang untuk mencapai tujuan yang sangat tinggi.
Aku pernah mendengar seorang khotib yang masih sangat muda berkhotbah keika shalat jumat di Masjid Safinah ar Rahmah Gondokusuman, Sapen, Sleman, Yogyakarta. Dia berkhutbah tentang pentingnya aktifitas mengisi waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat secara nyata dan riil dengan organisasi. Ada satu kalimat yang dia ucapkan dan kalimat itu sangat menggelitik telingaku dan membuatku risih mendengarkannya. Andai itu tidak khotbah, maka aku sudah memprotesnya karena jika pada suatu khotbah jama’ah berbicara ketika khotib berkhutbah, maka shalat jum’atnya tidak sah.
Dia mengatakan bahwa seseorang yang pintar dan pandai – dia mengibaratkan dengan orang yang Indeks Prestasinya 4 (empat) dan itu adalah raihan nilai tertinggi di dalam studi Strata Satu atau S1 – , tidak akan berguna dan tidak bisa memecahkan permasalahan jika tidak mengikuti organisasi. Dia terlalu berlebihan di dalam mengartikan dan memberikan makna sebuah organisasi.
Argument yang inginh aku ajukan adalah sebagai berikut. Orang yang nilai Indeks Prestasinya empat (4), bukan berarti dia tidak bisa apa-apa. Memang banyak fakta bahwa banyak sarjana pintar yang menganggur di Negara Indonesia tercinta ini. Namun, yang perlu dicatat dan digarisbawahi, bahwa orang yang mempunyai intelegensi yang tinggi adalah orang yang dapat belajar sebagai Lower Order Processing (LOW) dan dapat adaptasi dengan lingkungannya dalam wujud menyelesaikan berbagai permasalahan sebagai High Order Processing (HOP) serta memiliki unsure metakognitif, dan pintar di dalam suatu budaya belum tentu pintar menurut budaya lain. Demikian definisi valid dari para ahli psikologi kognitif. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang yang pintar dan intelegensi yang tinggi bukan berarti tidak bisa memecahkan permasalahan, namun mereka bisa memecahkan permasalahan, belajar dari pengalaman, dan kreatif. Kreatif sendiri mengandung makna bahwa sesuatu dikatakan kreatif jika sesuatu itu original, luhur, berbeda, asli, dan berguna serta bermanfaat. Itu juga merupakan definisi para ahli psikologi kognitif.
Dan, tempat untuk membahas serta menyelesaikan permasalahan tidak hanya di organisasi. Organisasi hanyalah salah satu tempat yang kecil dari sekian banyak tempat yang luas dari sebuah realitas kehidupan untuk belajar memecahkan permasalahan. Sebuah organisasi juga hanya merupakan sebuah perantara untuk menjembatani antara pikiran dan teori dengan relitas kehidupan. Banyak hal lain di luar organisasi untuk belajar mengasah kemampuan di dalam memecahkan permasalahan yang ada. Banyak hal lain di luar organisasi untuk dijelajahi. Faktanya, setiap komunitas dan satuan kelompok di dalam realitas kehidupan merupakan sebuah organisasi, sehingga organisasi tidak hanya organisasi politik, organisasi mahasiswa, dan berbagai organisasi lainnya.
Sikap memecahkan masalah ditentukan tidak pada organisasi, namun lebih pada kepekaan menangkap fenomena dan kejelian menentukan langkah pemecahan permasalahan atau problem solving. Hanya saja, organisasi merupakan salah satu tempatnya.
Faktanya, sekitar decade setelah masa Orde Baru runtuh, mahasiswa di organisasi seperti tidak sehebat mahasiswa yang memperjuangkan kemerdekaan sebelum Indonesia merdeka. Mereka seperti kehilangan predikat sebagai agent social of change. Ide yang ditawarkan yaitu reformasi belum berjalan dengan maksimal sampai halaman ini ditulis. Padahal, rezim Soeharto sudah ditumbangkan pada tanggal 21 Mei 1998. Ditambah dengan komponen Negara dan apartur pemerintah tidak maksimal di dalam menjalankan amanat dan suara hati rakyat, banyak pejabat yang korupsi, melanggar poeraturan, tidak bisa menyelesaikan permasalahan Negara dengan baik, mengalihkan isu permasalahan, dan sebagainya. Meskipun begitu, tetap masih ada segelintir orang baik dari sekian banyak sekali orang yang tidak baik. Beberapa di antara berjuang sungguh-sungguh untuk perubahan ke arah masa depan Negara yang lebih baik. Alangkah lucunya negeri ini (seperti yang dingkapkan oleh Deddy Mizwar melalui filmya “Alangkah Lucunya Negeri Ini”), orang-orang baik seperti itu justru tidak dihargai dan terbuang.
Banyak mahasiswa yang juga tidak menampilkan tindakan riil untuk sebuah perubahan. Mereka seolah hanya bisa mengkritik namun tidak bisa memberikan solusi yang baik dan memperbaiki. Mereka hanya bisa berbicara banyak tanpa sebuah gebrakan yang luar biasa. Berbeda dengan para mahasiswa dulu, yang tidak banyak bicara namun banyak menulis dan bertindak secara nyata dan luar biasa sehingga dapat menuju ke sebuah perubahan, yaitu kemerdekaan. Oleh karena itu, Presiden pertama Republic Indonesia, Insinyur Soekarno berkata,”Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan mengubah dunia.” Ironisnya, semboyan tersebut seolah hany menjadi benteng perlindungan ketidakmampuan para pemuda saat ini yang sudah sangat jauh berbeda dari mahasiswa dan pemuda jaman dahulu. Banyak para pemuda dan mahasiswa yang terlelap di dalam indahnya hidup tanpa bergerak dan mewahnya modernisasi.
Akhir abad dua puluh dan awal abad dua puluh satu, resiko yang ditanggung akibat kesalahan pemerintah masa lalu. Sepanjang itu, reformasi belum menampakkan taringnya untuk sebuah perubahan kea rah kemajuan. Bahkan, reformasi pun juga menampilkan berbagai resiko, ditambah dengan resiko dari system demokrasi. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa setiap sesuatu mempunyai hal positif yang akan membawa kea rah solusi tetapi juga hal negative yang akan membawa pada resiko. Karena itu, resiko dan solusi harus dipikirkan bersama dan seimbang.
Dalam memecahkan permasalahan atau problem solving, setidaknya dibutuhkan beberapa tahap, diantaranya mengidentifikasi permasalahan, mencari berbagai sumber dari permasalahan tersebut, menyusun strategi pemecahan masalah, memikirkan solusi dan resiko dari setiap strategi, mengalokasikan sumber daya seperti tenaga, pikiran, dan materi atau dana untuk memecahkan masalah, melaksanakan strategi yang sudah dipilih dengan pemikiran yang matang dan mantap, dan kemudian mengevaluasi strategi yang telah diimplementasikan tersebut. Setidaknya itulah langkah-langkah problem solving yang diidentifikasikan oleh para ahli psikologi kognitif.
Dengan cara tersebut, orang pintar yang mempunyai banyak wawasan dan pengalaman dapat berperan besar di dalam pemecahan permasalahan. Tidak berguna juga berada di dalam organisasi tetapi tidak mempunyai banyak pengetahuan untuk problem solving dan decision making. Dengan cara tersebut, akan lebih terhindar dari resiko daripada hanya mengkritik tanpa menghadirkan solusi yang nyata atau riil.
Faktanya, ketika itu, banyak mahasiswa yang ada di organisasi hanya mencaci maki setelah mengetahui kesalahan dan keburukan sebuah system. Seolah mengubah sebuah paradigma, organisasi membuat orang yang ada di dalamnya kehilangan sebuah sifat moderat yang membawa pada perubahan, sifat oleransi yang harus dikembangkan, dan sifat sopan santun, yang seharusnya sifat tersebut ditegakkkan dan diaplikasikan di dalam berorganisasi. Orang organisasi juga seharusnya dapat menangkap dan memasukkan nilai-nilai budaya organisasi yang baik ke dalam dirinya yang secara nyata menghadirkan perilaku organisasi yang mulia.
Setiap pihak mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing yang tidak seharusnya dipermasalahkan dan dibuat sebagai alat melebihkan pihak sendiri dan menjatuhkan pihak lain. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak organisasi dan ilmuwan dan dengan menambah sikap rendah hatiku karena aku sangat tidak lebih baik daripada mereka, aku sangat apresiasi terhadap usaha yang mereka lakukan untuk membuat hidup lebih baik dan masa depan lebih cerah, tentunya ucapan ini hanya berlaku untuk mereka yang masuk ke dalam kategori ini, bukan semua pihak ilmuwan dan pihak organisasi tanpa kecuali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar