Selasa, 20 Juli 2010

SEPENGGAL KISAH KECIL YANG KEEMPAT : Kesombonganku dan Kelemahanku

Ketika aku tumbuh menjadi orang yang membidangi beberapa organisasi sekolahku meskipun hanya lingkup sekolah, termasuk Syiar Kerohanian Islam dan Dewan Ambalan Diponegoro, aku mendapatkan pujian-pujian meskipun tidak jarang juag aku mendapatkan banyak cemoohan. Tetapi, aku merasa senang dan sedikit kesombongan. Kamu boleh mengatakan banyak kesombongan jika kamu tidak setuju.
Selain itu, aku juga berprestasi di luar sekolah semacam lomba mmeskipun jarang mendapatkan Juara I, hanya Juara II atau Juara III, dan paling maksimal hanya sampai pada tingkay kabupaten dan karesidenan saja.
Aku tahu bahwa aku kurang berprestasi dis ekolah tetapi prestasi-prestasi ku di luar sekolah itu yang membuatku cukup senang. Aku berpikir, aku pandai ketika itu. Bidang organisasi, aku cukup pandai. Bidang agama, aku jug dikatakan teman-teman sebagai ahli. Lomba, aku selalu mendapatkan podium meskipun bukan podium utama. Apapun lombanya, telling story bahas inggris, atur pambagyo harjo bahasa jawa, mata pelajaran agama islam, musabaqah tilawatil quran, kaligrafi, dan mewarnai kaligrafi serta karya tulis. Bukan hanya aku yang mengatakan seperti itu, tetapi teman-temanku juga.
Tetapi, aku sangat bersyukur. Paling tidak Tuhan masih peduli terhadapku walaupun aku banyak berdosa terhadap-Nya. Suatu hari, aku berkumpul bersama teman-temanku ketika itu, kelas XII SMA. Salah satu temanku melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh teman yang lain dan mereka sangat mengaguminya, termasuk aku yang menjadi pengagum itu. Meskipun aku kagum, ada hal lain yang lebih penting dari sekedar kagum. Aku memikirkan, “ Mengapa aku tidak bisa melakukan hal itu padahal iru sangat disukai oleh teman-temanku? Yang kulakukan selama ini seperti tidak berarti meskipun banyak orang bilang hal itu cukup hebat tetapi fakta yang ku lihat teman-teman tidak begitu senang dengan yang ku lakukan, seperti podium di setiap lomba dan organisasi. Meskipun aku tidak mengharapkan pujian, tetapi aku tidak pernah mendapatkan pujian akan hal itu “
Suatu hari lagi, aku bermain dengan teman-temanku lagi. Dan, temanku yang lain lagi melakukan hal yang lain lagi dari temanku sebelumnya dan membuat teman-teman yang lain kagum juga terhadap yang dilakukan temanku tadi. Aku berpikir, “Mengapa aku tidak bias melakukan hal itu.”
Hal seperti itu, tidak aku alami beberapa kali saja, tetapi sering kali di setiap waktu. Terus terang, aku cukup terusik dengan pikiran seperti itu. Aku jadi merasa tidak nyaman dengan perasaan dan pemikiranku seperti itu. Aku tidak tahu mengapa. Setiap kali aku terusik dan terganggu dengan pikiran tersebut, aku sering menghibur diri dengan kesombongan. Aku bisa melakukan hal lain yang tidak bisa mereka lakukan. Aku lebih baik dari mereka. Ketika aku menghibur diriku seperti itu, aku menjadi sedikit tidak terusik lagi.
Tetapi tidak pada suatu hari, ketika aku dekat dengan seseorang yang dulu aku remehkan ketika berada di paskibrata tahun 2005, dia bernama Rodli Abdul Latief. Suatu hari dia melakukan hal yang tidak bisa aku lakukan, dan suatu hari lagi dia melakukan suatu yang bisa aku lakukan!
Aku cukup bingung, mengapa hal seperti itu sering kali hadir di hadapanku? Ada apa di balik itu semua? Aku mencoba berpikir dengan pikiran yang bersih dan matang. Dan akhirnya aku menyadari satu hal. Tidak ada yang perlu ku sombongkan karena aku mempunyai banyak sekali kelemahan.
Aku menyadari bahwa peristiwa semacam itu adalah pemberian dari Tuhan untukku untuk mengingatkanku. Aku sangat bersyukur Tuhan masih mempedulikan diriku meskipun aku jauh sekali dengan-Nya dan banyak sekali melakukan dosa kepada-Nya. Aku menyadari bahwa aku hanyalah seorang yang sangat kecil, seperti debu yang berterbangan yang tidak mempunyai kemampuan yang banyak. Aku sangat lemah, semua yang aku dapatkan tidak boleh aku sombongkan karena yang berhak memakai baju kesombongan adalah Tuhan Yang Maha Besar.
Semenjak itu, aku berpikir bahwa kesombongan adalah tidak berarti, juga yang kumiliki dan kudapatkan. Ada sisi negative dari pemikiranku seperti itu, yaitu aku menjadi anak yang rendah diri. Meskipun aku tidak terlihat rendah diri, tetapi pemikiran seperti itu merasuk dalam otak dan jiwaku. Aku berpikir bahwa aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku adalah orang yang payah.
Tetapi ada juga sisi positifnya, yaitu aku menjadi tidak sombong lagi. Selain itu, aku juga terdorong untuk belajar lebih banyak lagi karena banyak hal yang tidak aku ketahui dan tidak bisa aku lakukan. Meskipun sering kali mencoba, tetapi sering kali juga aku gagal. Paling tidak, aku pernah mencobanya dan berusaha.
Beberapa hari aku sempat berada pada kerendahdirianku itu. Tetapi kali ini aku menghibur diriku dengan cara yang lain dari awal tadi. Aku berpikir memang aku tidak bisa melakukan hal yang lain itu. Selain itu, aku juga berpikir bahawa setiap manusia diciptakan lengkap dengan kelebihan dan kekurangan di masing-masing diri mereka, termasuk aku yang mempunyai banyak sekali kekurangan. Tergantung dari individu mereka apakah mereka mau dan bersedia memaksimalkan potensi dan kelebihannya untuk dapat menutupi kekurangannya.
Aku sadar aku sudah menggunakan potensiku meskipun kurang maksimal atau lebih tepatnya belum maksimal. Tetapi aku juga sadar bahwa meskipun aku sudah menggunakan potensi dalam diriku, aku juag masih mempunyai kelemhan dan kekurangan. Dua hal tersebut tidak bisa lepas dari diri seseorang, termasuk aku. Selain itu, aku juga berppikir bahwa aku diciptakan di dunia ini pasti ada gunanya, meskipun hanya sebagai manusia biasa yang kecil sekali.
Salah satu teman baikku, Robiah Uswatun Hasanah, menghiburku ketika aku berada dalam masalah itu. Dia berkata, “ Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa akan menampakkan kelemahan hamba-Nya jika Dia menghendaki kebaikan untuknya. “
Aku percaya kepadanya, dan juga kepada-Nya. Hal yang terpenting adalah setiap manusia memiliki kelemahan dan kekurangan, entah itu sedikit ataupun banyak. Kelemahan dan kekurang itu ada untuk melengkapi kelebihan. Karena seperti akata pepatah “Nobody’s Perfect”. Tidak ada orang yang sempurna. Karena kesempurnaan hanya milik Alloh Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Kelemahan itu ada untuk membuat manusia menjadi lebih baik dengan memperbaiki kelemahan itu. Dan, aku harus yakin bahwa aku bisa menjadi lebih baik.

Rabu, 14 Juli 2010

SEPENGGAL KISAH KECIL YANG KETIGA : Kerja Tim yang Hebat

Bagiku, kerja tim yang kompak dan bersemanagat adalah penting. Aku menyadari bahwa aku tidak terlalu cukup kuat untuk melakukan segala sesuatu sendirian, tanpa ada yang membantu, kecuali kalau yang ku lakukan itu adalah pekerjaan individual. Dan, kerja tim ini baru aku sadari ketika aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), tepatnya di SMA Negeri I Karanganom.
Dulu, ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), aku masih tidak mengetahui tentang kerja tim. Selain masih kecil dan belum berpikir secara dewasa, aku juga belum mengikuti organisasi karena SD merupakan lingkup yang masih sangat sempit.
Tetapi, ketika kau duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedikit demi sedikit, aku mengetahui mengenai kerja tim. Dimulai ketika kelas I SMP, aku diminta untuk menjadi Seksi Ketaqwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi, aku tidak menyanggupinya karena memang aku belum sanggup dan tidak cukup berkompeten di organisasi. Selanjutnya, naik ke kelas II SMP, aku menjadi Seksi Bidang Ketaqwaan terhadap Tuhan Ynag Maha Esa di Organisasi Intra Sekolah (OSIS) Sekolah Menengah Peratama I Delanggu. Waktu itu, aku masih berorganisasi secara asal-asalan karena belum berpikiran secara dewasa, belum banyak pengalaman, dan baru pertama kali ikut organisasi. Selain itu, aku juga masuk dalam Dewan Penggalang (DP) Sekolah Menengah Peratama I Delanggu namun hanya sebagai anggota, yang mempunyai kewajiban mengajar kepanduan atau kepramukaan setiap hari Jumat sore dan menjalankan program kerja masa bhakti waktu itu. Karena sebagai anggota, aku tidak melakukan banyak hal dalam organisasi itu.
Dalam organisasi tersebut, yang bekerja mengurusi job description hanya orang-orang itu terus, sehingga kerja tim boleh dikatakan kurang kompak. Dan, aku bukan merupakan orang yang terus bekerja itu. Aku lebih menyadari lagi ketika aku duduk di pertengahan kelas II SMP, aku masuk dalam regu Serigala, salah satu regu dari enam regu yang berlaga di dalam Perkemahan Hari Ulang Tahun Pramuka ke-42 di Lapangan Merdeka, Delanggu. Di dalam satu regu itu terdiri dari sepulus orang yang harus mengikuti beberapa lomba sehingga dibutuhkan kekompakan dan kerja tim yang solid agar bias memenankan kompetisi. Regu serigala itu diketuai oleh Charlie, yang waktu itu sudah meginjak kelas III SMP.
Satu bulan penuh aku dan teman-teman berlatih dengan keras, termasuk berlatih Peraturan Baris Berbaris (PBB) yang sangat dibutuhkan konsentrasi tinggi, ketepatan dan kecepatan tanggapan, dan tentu saja kekompakan. Kami berlatih PBB jenis Pramuka yang tentu saja berbeda dengan PBB jenis Militer.
Dan, waktu lomba pun tiba, tepatnya pada tanggal 14 sampai 15 Agustus 2004. Enam regu dari sekolah, SMP Negeri I Delanggu, yang juga merupakan Sekolah Standart Nasional (SSN) pertama di Kabupaten Klaten, mendominasi jalannya perkemahan. Hasilnya reguku, regu Serigala, mendapatkan Juara Harapan I Tingkat Ranting Delanggu, sementara Dua Regu lainnya meraih Juara I dan Juara II. Dan, regu perempuan mendapatkan Juara II, Juara III, dan Juara Harapan I. dalam tingkat yang sama. Aku menyadari bahwa reguku masih banyak memiliki kekurangan terutama pada kekompakan dan kerja tim, termasuk aku juga.
Selanjutnya, perlombaan Peraturan Baris Berbaris (PBB) yang bertempat di Stadion Trikoyo, Klaten. Aku masuk dan diterima pada seleksi untuk mewakili SMPku itu. Aku dan teman-teman harus menghadapi “old enemy” kami, yaitu SMP Negeri II Klaten, yang memang selalu kampiun di setiap perlombaan. Aku dan teman-teman berlatih kurang lebih selama satu bulan dan dilatih oleh petugas Komando Rayon Militer (Koramil) Delanggu, Bapak Sakri, dan Bapak Sukartejo. Aku baru belajar dan menangkap kerja tim ketika itu karena dalam PBB itu dibutuhkan keompakan. Selain itu, aku berperan sebagai penjuru, karena memang aku bertubuh paling kecil dan pendek. Hasilnya, kami juara II Kabupaten Klaten, kalah dari old enemy kami yang cukup tangguh, siapa lagi kalau bukan SMP II Klaten. Tetapi, kami semua cukup senang dan puas.
Selanjutnya, Perkemahan Pembinaan Rohani islam dalam rangka Isra’ Mi’raj nabi Muhammad Shallalloohu ‘Alaihi wa Sallam yang bertempat di Bumi Perkemahan Kepurun, tepatnya pada tanggal 10 sampai 12 September 2004. kami semua pulang dengan tangan kosong kecuali regu perempuan yang merebut Juara I Tergiat Putri. Selama SMP itu, aku masih belajar mengenai kerja tim yang seharusnya dilakukan dengan baik.
Selanjutnya, aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Kelas X aku mengikuri organisasi Rohani islam yang bernama Syiar Kegiatan Islam (SKI). Aku masuk SKI karena memang aku ingin lebih memahami tentang agama Islam karena ketika kau SMA, aku sudah tidak sekolah di Madrasah sore lagi. Selain itu, aku juga ingin lebih paham organisasi. Ketika itu, masih seperti hal umum, hanya orang tertentu yang bekerja. Jadi, terkesan tidak kompak. Waktu kelas X SMA, aku ingin sekali menjadi ketua SKI. Selanjutnya, kelas XI aku menjadi calon ketua SKI. Ketika pemilihan, aku kalah telak dengan Pamulak Holoan Sinaga, orang yang pernah menyakiti hatiku. Secara otomatis, aku tidak menjadi ketua umum SKI. Sebagai gantinya, aku hanya menjadi Ketua bidang Kajian dan Syiar Islam di SKI, bidang yang sangat urgen di SKI. Sangat urgen karena seluruh kegiatan di SKI hampir didominasi oleh bidang tersebut.
Setelah itu, aku juga terpilih sebagai Pradana II di Dewan Ambalan (DA) Diponegoro, yang merupakan gerakan kepramukaan di SMA Negeri I Karanganom. Ketika dipramuka itulah aku mengetahui organisasi yang sebenarnya. Kekompakan, kesolidan, kekeluargaan, kebersamaan, ketepatan, kegigihan, keteraturan. Aku mengerti dan memahami bahwa di organisasi terdapat deskripsi kerja setiap elemen organisasi sehingga satu jenis pekerjaan dikerjakan oleh satu elemen dalam itu, sangat teratur dan detail serta hebat.
Dalam organisasi dibutuhkan itu agar pekerjaan yang sama tidak dilakukan oleh banyak elemen organisasi, karena itu kurang maksimal hasilnya. Ibarat pepatah, terlalu banyak koki yang memasak sati masakan, hasilnya tidak akan enak. Aku mencoba melaksanakan deskripsi kerja dengan benar walaupun sebenarnya aku melakukan kesalahan di awal. Itupun juga aku implementasikan di SKI. Hasilnya aku tumbuh menjadi orang organisasi yang kritis dan suka menekan terhadap sesuatu yang tidak benar dan tidak teratur. Itu aku lakukan di SKI karena di SKI tidak serapi di Pramuka.
Pernah aku mengalami masalah di SKI, aku tidak dihargai dan tidak bisa bekerja sama dengan orang lain di SKI, termasuk ketua umumnya yang pernah menyakiti hatiku. Namun, perlu diketahui, tidak bisanya aku bekerja sama terutama dengan ketua umum SKI bukan karena masalah pribadi, dan ironisnya banyak kalangan yang salah persepsi seperti itu. Aku sampai muak dan ingin keluar dari SKI. Tetapi, waktu demi waktu, aku menyadari bahwa Pembina Utama SKI, bapak Sahri Anur, S.Ag., membutuhkanku. Sehingga dengan keadaan seperti itu, aku tidak jadi keluar dari SKI meskipun aku juga muak denagn Pembina SKI yang lain, seperti Bapak Rosyid Ridlo, S.Ag., bapak Yulianto, S.Ag., dan bapak Aris Yunanto, S.Pd., yang fanatic dalam menghadapi perbedaan dalam islam. Mereka mengeklaim bahwa golonganku, Nahdlatul ‘Ulama, adalah golongan yang tersesat dan tidak benar dalam Islam!
Perbedaan dalam Islam itu adalah sebagai rahmat, yaitu untuk kekayaan pengetahuan dalam Islam dan untuk mengembangkan toleransi antar sekte dan golongan dalam islam, jadi mengapa harus diperdebatkan dan dicari mana yang benar? Apakah mereka sudah mempunyai ilmu yang lebih banyak dari yang lain sehingga mereka berani mengeklaim ibadah itu bid’ah dlalalah dan golongan itu sesat? Apakah mereka sudah menjadi orang yang paling benar sehingga mereka membnarkan orang lain? Perbincangan seputar ini akan lebih panjanh dan lebar dari perkiraan kita. Yang jelas dan yang terpenting, jangan sampai melihat hanya dari satu sisi dan memakai satu pengetahuan sehingga kita bias memahami semuanya secara kontekstual, bukan secara tekstual.
Setelah aku diajarkan beberapa hal oleh ayahku, aku mulai memahaminya. Aku jadi satu-satunya anak SKI yang kebal terhadap tekanan dari golongan para Pembina SKI yang cukup ekstrem itu. Itu terjadi karena aku mempunyai landasan yang cukup kuat dan benar dalam golonganku dan mereka tidak cukup memahaminya karena itu mereka sewenang-wenang mengatakan golonganku salah.
Aku memutuskan untuk menjadi anak manis saja, yaitu hanya bersikapdiam dan tidak keluar dari SKI walaupun beberapa tahun setelah itu aku menjadi anak yang kritis terhadap mereka. Dan waktu itu juga aku menjadi sering vakum pada kegiatan kajian yang mereka isi di Ski. Itulah bentuk perlawananku saat itu.
Aku berusaha tetap bekerja semaksimal mungkin untuk menjalankan program kerjaku dan tentu saja aku harus bekerja sesuai dengan prosedur kerja. Hasilnya, aku dan teman-teman sebidangku berhasil membuat bidang kami menjadi bidang paling baik dengan berhasil mengadakan kegiatan yang cukup berkualitas dan berkuantitas sehingga waktu itu kegiatan SKI menjadi cukup ramai. Sebagian besar program kerja kami juga tercapai. Namun, ironisnya aku hanya bekerja dengan orang yang bias ku ajak kerja sama, bukan semua orang di SKI karena konflik itu.
Beralih ke pramuka. Di Dewan Ambalan Diponegoro aku mengalami masa yang cukup indah walaupun kadang-kadang menyusahkan juga. Di situ, aku sebagai Pradana II, itu setingkat dengan Ketua II di organisasi lain. Aku berusaha menjadi pemimpin yang bagus dan berkualitas waktu itu. Aku selalu menanamkan semangat kerja tim yang kompak di situ. Dan aku sedikit berhasil, atau terserah kalian yang mau menilaiku karena hak menilai bukan terletak pada pribadi pelaksana, tetapi terletak pada pribadi pengamat.
Aku menjadi ketua panitia pada acara Perkemahan Penerimaan Calon Penegak (perpencap) pada tanggal 14 sampai 15 Januari 2006. padahal, aku adalah Pradana II yang duduk di struktur Steering Comitee, yang tidak boleh merangkap di Organising Comitee. Tetapi, aku menjadi keduanya di Perpencap itu. Hasilnya, aku sangat kerepotan dalam bekerja.
Ketika Perpencap itu, aku melakukan banyak kesalahan. Tetapi aku cukup senang karena kerja tim lebih bagus dari SKI meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Selanjutnya di kegiatan Comando Corps. Itu adalah kegiatan yang menguras fisik karena sejemnis dengan lintas alam, yang terdiri dari sekitar lima sampai sepuluh pos dari total perjalanan sepanjang sekitar tujuh sampai sepuluh kilometer. Aku berniat menebus semua kesalahanku yang kulakukan ketika Perpencap. Aku berusaha berbagi pengalaman dengan panitia atau Organizing Comitee serta mengkoordinasi mereka dengan semampuku. Hasilnya, cukup berhasil. Dan kerja tim juga lebih bagus.
Kegiatan selanjutnya adalah Kemah Bhakti Wonogondang (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) yang diadakan pada tanggal 20 sampai 22 Juni 2007. aku berusaha memperbaiki kesalahanku sekali lagi, tetapi aku tidak berhasil. Ada keretakan elemen dan masalah internal sehingga kerja tiap elemen panitia tidak maksimal. Aku sudah mengingatkan dan memperbaiki, tetapi gagal. Sampai akhirnya, ketika pelaksanaan kemah bhakti aku sudah capek sehingga aku tidak bisa berbuat banyak di kegiatan itu.
Selama di DA, aku bekerja sama dengan orang-orang yang bias bekerja denganku, dengan kerja tim yang cukup kompak. Sepertinya, aku telah berhasil bekerja sama dengan mereka, mengambil hati mereka, dan membentuk tim yang hebat. Namun, keberhasilan juga karena mereka yang cukup tangguh dalam bekerja.
Ketika breefing sebelum acara dan evaluasi sesudah acara, aku selalu memberika aplaus untuk mereka, dan sebagai ganting, aku mendapatkan aplaus dari mereka. Kata salah seorang teman dekatku, Farid Aji Prakosa, aku mencerminkan keberhasilan dan kegagalan bersama. Bila berhasil, aku ada di sana dan bila gagal, aku juga berada di sana untuk bertanggung jawab. Memang, aku selalu berusaha untuk seperti itu.
Kerja tim di DA yang bagus bukan karena aku, tetapi karena teman-teman DA semua yang dapat membentuk tim dengan kerja yang bagus. Aku cukup bangga di DA karena semua itu. Pramuka menjadi hidupku karena sejak SMP, aku sudah terjun di situ. Dan di pramuka SMA, aku mulai memahami dan berorganisasi dengan baik dan benar. Karena kerja tim itu aku merasa kuat. Aku memiliki pengalaman yang bagus dan membanggakan di situ.
Kerja tim aku tularkan kepada teman-teman ketika Raimuna Cabang XI di Bumi Perkemahan Kepurun, Klaten. Tepatnya pada tanggal dua sampai tujuh juli 2007.aku membentuk sangga dengan anggota yang terdiri dari teman-teman DA yang biusa ku ajak kerja sama dan kerja mereka cukup bagus dan solid. Aku sempat kecewa ketika Yanuar Satria keluar yang disebabkan oleh alasannya yang tidak diijinkan oleh orang tuanya. Bagiku, dia ditambah denagn Vandy, Anton, Danang, Irfan, Rizky, Eko, Agung, An, dan hendy adalah tim yang sangat bagus. Aku sudah memikirkan mereka sebelum aku memilih mereka. Tetapi, aku mendapatkan ganti yang cukup sepadan ketika Yanuar batal ikut Raimuna Cabang, dia adalah Tony Tri Aryana. Aku senang memiliki tim seperti mereka.

Kerja tim dan semangat tim itu selain aku mempelajari sendiri, aku juga tertular filosofi dari idolaku, Valentino Rossi. Dia adalah seorang legenda hidup MotoGP, juara dunia MotoGP di semua kelas. Sejak di kelas GP125cc, dia selalu memilih orang dan mekanik yang bias dia ajak kerja sama dengan baik. Selain itu, dia juga butuh orang yang bias mengerti dia dalam bekerja. Sehingga hal itu bias membuat dirinya nyaman dalam bekerja, dan akhirnya dapat menghasilkan suatu hasil yang sangat fantastic bersama kru mekaniknya itu.
Ketika di kelas GP125cc, dia memilih Mauro nocciali untuk bekerja sama dan hasilnya adalah Juara Dunia GP125cc pada tahun 1997.
Di GP250cc dia memilih untuk bekerja sama dengan Rossano brazzi. Meskipun dia keras, tapi Rossi sangat menyukainya karena tips-tips balap yang dia katakan. Hasilnya pada tahun 1999 Rossi berhasil Juara Dunia kelas GP250cc.
Begitu juga di GP500cc dan ketika kelas berubah menjadi MotoGP 990cc dan 800cc, Rossi memilih orang yang bisa diajak kerja sama dengan baik dan penuh pengertian kepadanya. Dia memilih Jeremy Burgess sebagai kepala mekaniknya ketika di Honda. Sebenarnya burgess sudah pension seusai mengantarkan Michael Doohan menggapai Juara Dunia kelas 500cc nya yang ke lima pada tahun 1998. namun, ketika Rossi ditawari kontrak oleh Honda Racing Coorparation (HRC), dia hanya mau naik kelas ke GP500cc hanya jika mekaniknya Jeremy Burgess. Sehingga HRC eminhta Burgess untuk kembali menjadi mekanik tetapi kali itu untuk Valentino Rossi. Hasilnya sungguh menakjubkan, yaitu Juara dunia kelas tertinggi sebanyak enam kali samapai tahun 2009!
Yang paling menghebohkan adalah ketika Rossi pindah ke Yamaha pada tahun 2004, dia membawa semua mekaniknya yang di Honda ke Yamaha dengan alasan seperti itu. Mereka adalah Jeremy Burgess, Alex Briggs, Bernard Ansieu, Gary Coleman, Bren, dan Alesio Salucci. Hasilnya sungguh mencengangkan! Yaitu Rossi berhasil mempertahankan gelar Juara Dunianya ketika di setelah pindah dari Honda ke Yamaha padahal waktu itu Yamaha sudah tertidur terlelap selama dua belas tahun dan terakhir mencetak Juara Dunia pada tahun 1992 yaitu Wayne Raney.
Ketika aku mengidolakan valentine Rossi, aku belajar menirunya. Termasuk pada kerja tim dan semangat tim yang dia ceritakan di otobiografinya yang berjudul What If I Have Never Tried It
Kerja tim itu yang aku tiru dan pelajari. Dan kerja timku bersama teman-teman ketika Raimuna Cabang XI di Kepurun membuat kami bangga. Tidak seperti sangga lainnyan dari gugus depan lain, kami tidak mendapatkan banyak bimbingan dari Pembina dan Kepala Gugus Depan. Padahal gugus depan lainnya mendapatkan bimbingan yang sangat banyak bahkan ketika sudah turun di lapangan! Setiap saat dan setiap waktu mereka dibimbing dan dibverikan arahan bahkan masih ada yang diajari. Kami pun berpikir agak sombong bahwa mereka adalah anak-anak yang manja, yang tidak mandiri dan bekerja sendiri dengan baik. Kami, dari gugus depan SMA Negeri I Karanganom tidak mendapatkan bimbingan yang banyak dari para Pembina dan Kepala Gugus Depan dan kami hanya diberi surat mandat dari Kepala Kwartir Cabang serta diperintahkan untuk berpartisipasi.
Para Pembina berpendapat bahwa kami sedang menuju proses perkembangan waktu itu. Sehingga untuk menempa mental dan jati diri menuju ke kedewasaan adalah dengan jalan seperti itu, kemandirian dalam berlomba. Para Pembina kami hanya berkata,” Target utama kita bukan juara meskipun itu juga target. Kita hanya berpartisipasi dan berusaha yang terbaik. Sehingga kalian lakukan yang terbaik untuk diri kalian dan sekolah kalian.”
Itu menandakan bahwa beliau telah menyerhakan tanggung jawabnya kepada kami. Kami dididik untuk dewasa dengan diserahi tanggung jawab tersebut. Selain itu, kami juga tidak mempunyai beban berat harus juara sehingga kami nyaman. Tetapi kami tahu bahwa tanggung jawab itu tidak mudah sehingga kami juga berusaha keras semampu kami. Kami hanya mencoba bekerja sama dengan baik dan mandiri. Dan, hasilnya adalah (hanya) empat piala! Tetapi kami cukup bangga dengan hasil itu.
Kami cukup bangga karena kami cukup mandiri dan tidak seperti gugus depan yang lain, bahkan Sang Juara sekalipun masih sering dibantu waktu itu, bahkan sejak mulai mendirikan tenda sampai berlomba, mereka masih dibimbing. Ketika kami datang dan melihat mereka dibantu ketika mendirikan tenda, kami pun berpikir,” Hah, apa-apaan ini? Sang juara pun juga harus dibantu?” itulah kesombongan kami yang tidak boleh untuk ditiru.
Kami sedikit melecehkan mereka walaupun kami tahu dengan prerdiksi hampir pasti bahwa yang akan menjadi Juara Umum adalah SMA Negeri I Klaten. Dan hasilnya memang benar, mereka menang telak. Siapapun juga tahu, bahwa kami dan mereka seperti “old enemy”, tetapi itu adalah pandangan negative saja yang tidak perlu dibesar-besarkan.
Aku pun merasa bangga bersama mereka, teman-temanku yang telah bersedia bekerja sama dengan baik bersamaku..

Jumat, 09 Juli 2010

SEPENGGAL KISAH KECIL YANG KEDUA : Kebesaran Hati dan Sportifitas

Sore itu, setelah pulang dari perjalanan melelahkan Comando Corps, aku dan teman-teman berkumpul bermain dan bercanda bersama di tenda sangga perempuan kami karena waktu itu bebas. Aku merasa bosan karena melakukan rutinitas dari hari pertama sampai hari keenam. Bangun pagi, urus diri, senam, apel pagi, kegiatan lomba dan sosialisasi sampai sore hari, apel sore, urus diri, kegiatan malam, dan tidur pada hampir tengah malam. Seperti itu berulang terus menerus selama satu minggu.
Selain itu, aku merasa homesick, kangen dengan keluargaku di rumah, terutama ibuku. Tetapi, rasa kangen itu agak terobati dengan adanya teman-teman yang selalul menghibur.
Ketika itu, aku merasa ada hal lain yang aneh. Selain kangen keluargaku, aku juga kangen dengan seseorang. Selain rasa kangen, rasa lega juga yang ku rasakan karena hari itu adalah hari terkhir dan sudah tidak ada kegiatan yang menguras tenaga dan pikiran lagi. Tetapi malam hari terakhir diadakan kegiatan Padma Birawa Night atau Malam Kelurahan Putri (Padma) dan Putra (Birawa). Itu merupakan malam penutupan sekaligus malam pengumuman juara-juara lomba. Kami semua tinggal menunggu acara itu.
Sampai pada pukul 20.00 WIB, acara Padma Birawa Night dimulai. Semua peserta berseragam pramuka lengkap dan kakak pendamping sangga berkumpul. Pendamping kontingen sekolahku adalah Bapak Wardoyo, S.Pd., Bapak Nugroho Tri Winarso, S.Pd, Bapak Aris Yunanta, S.Pd, dan Bapak Yulianto, S.Ag. Semuanya bersenang-senang menikmati acara malam itu, kecuali aku. Awalnya, aku memilih menyendiri di tenda, seperti yang ku lakukan ketika malam tiba, ketika semua anggota sangga ikut kegiatan dan ada yang main ke tenda DKR Bodronoyo. Tetapi, salah satu temanku mengajak untuk bergabung ke acara Padma Birawa Night itu. Ya, aku turuti saja meskipun dengan perasaan malas. Acara demi acara terlewati dan sampai pada pengumuman para juara lomba. Dan…, aku mendapatkan Juara II untuk Lomba Telling Story dan Juara III untuk Lomba karya Tulis Argumentatif. Sedangkan untuk sangga perempuan SMAku, mereka mendapatkan Juara II untuk Lomba Memasak Kreatif dan Juara III untuk Comando Corps. Syukur Alhamdulillaah… Aku merasa sangat bahagia karena sebagian dari targetku terpenuhi, mendapat peringkat di dua lomba dari lima lomba yang ku ikuti, meskipun tidak juara I.
Aku merasa sangat bahagia. Tetapi tidak untuk hal ini. Ketika penyerahan piala Juara III Karya Tulis Argumentatif, ketika aku akan maju untuk menerima piala kebanggaanku yang juga hasil jerih paayahku, ternyata di podium sudah ada Irfan yang menerima piala itu. Terus terang, aku merasa sakit hati. Itu adalah pialaku, hasil jerih payahku, menagapa dia orang pertama yang memegang hasil jerih payahku? Aku sungguh tidak rela. Kemudian, untuk juara II Telling Story, aku sendiri yang menerimanya. Setelah semua menerima piala, acara dilanjutkan dengan penutupan, menyanyi, dan tentu saja pesta. Yang menjadi juara umum waktu itu adalah SMA Negeri I Klaten yang berhasil meraih tropi piala sebanyak dua puluh tiga piala. Tidak hanya itu, mereka pun berhak menerima tropi piala bergilir dari Bupati Klaten.
Ketika acara hampir selesai, SMA Negeri I Karanganom, yaitu kami, memisahkan diri dari kumpulan semua peserta Raimuna Cabang itu dan memilih untuk menyendiri ke tenda Dewan Kerja Ranting Bodronoyo bersama dengan para partisipan dari Dewan Kerja Ranting Bodronoyo dan juga para kakak pendamping. Kami semua mengadakan pesta sendiri di tenda itu yang letaknya agak jauh di samping joglo yang juga merupakan tempat utama pesta Padma Birawa Night. Ketika melewati rombongan SMA Negeri I Klaten, teman-teman terlihat sinis sedangkan SMA Negeri I Klaten terlihat sangat bergembira dan berbahagia, bahkan sampai ada yang menangis histeris. Teman-teman SMA Negeri I Karanganom tidak menyalami mereka. Tetapi, ketika aku melewati rombongan mereka yang sedang sibuk menimang-nimang piala-piala mereka, aku sempatkan diriku untuyk mampir beberapa detik hanya untuk sekedar mengucapkan selamat dan berjabat tangan dengan beberapa orang dari mereka, termasuk Ananda Putu Arta yang waktu itu menjadi Pimpinan Kontingen SMA Negeri I Klaten dan juga temanku ketika kami duduk di bangku SMP Negeri I Delanggu. Aku suka menerapkan sportifitas, baik kalah maupun menang.
Acara pesta dimulai. DKR Bodronoyo memasak sate kelinci. Sementara teman-teman yang lain bermain, bercanda dan bersuka cita merayakan beberapa tropi piala. Tetapi tidak untuk aku. Ketika itu aku hanya duduk diam menerawang jauh ke langit. Tiba-tiba, kakak Muhammad Solikhin yang akrab dipanggil dengan panggilan Bang Mamad menyapaku. Dia menanyakan mengapa aku sediam itu padahal aku jarang sediam itu. Aku pun tidak mengaku sampai akhirnya aku mengaku karena dia seperti ingin tahu apa yang terjadi di pikiranku.
Aku mulai bercerita kepada dia. Jujur, aku tidak rela. Aku yang berusaha keras mendapatkan piala itu tetapi menagpa teman-teman yang berbahagia dan bergembira. Mereka ikut senang dengan membawa-bawa dan mencium-cium tropi piala itu. Aku saja yang mendapatkannya tidak seperti itu. Selain itu, mereka juga tidak mengucapkan selamat pada diriku yang telah mendapatkan dua dari emapt tropi piala itu, kecuali Vandy yang memang dia mengerti aku. Bang Mamad pun tersenyum. Dia menjelaskan, itulah pelajaran mengenai kebesaran hati yang berharga. Mereka tahu bahwa itu sebenarnya hasil jerih payahku. Mereka sebenarnya juga bangga kepadaku. Tetapi, mereka tidak mengatakannya. Selain itu, semua orang pun sudah tahu kalau kedua tropi pialaku itu adalah hasil jerih payahku tanpa aku harus mengatakannya kepada mereka. “Jadi jangan berbicara sekata pun ketika kamu tidak diminta dan diberi waktu untuk berbicara tentang kemenanganmu. Namun, berbicaralah banyak kata ketika kamu diminta dan diberi waktu untuk berbicara tentang kekalahanmu.” Dia mengajarkan hal itu kepadaku dan ku terima dengan baik. Akhirnya aku dapat memahami semuanya.
Tepat waktunya dengan sate kelinci yang sudah matang bersamaan dengan berakhirnya perbincangan soal kebesaran hati tersebut. Aku hanya makan sedikit karena aku tidak suka dengan daging kelinci. Aku memang tidak suka daging, terutama daging yang diharamkan, daging sapi, daging kambing, dan daging kelinci itu. Setelah semua berpesta dan makan-makan dengan nikmat, pesta di tenda DKR Bodronoyo itu pun selsai. Dan teman-teman kembali ke tenda masing-masing.
Aku dan teman-teman memutuskan untuk berkemas. Lalu aku dan beberapa teman melipat tenda kami. Setelah itu, aku dan teman-teman laki-laki tidur di tenda sangga teman-teman perempuan karena acara sudah habis dan bebas. Aku dan teman-teman laki-laki tidur di depan tenda (halaman) sementara teman-teman perempuan tidur di dalam tenda, jadi kami semua tidur terpisah karena pramuka merupakan gerakan kepanduan yang terpisah. Waktu itu sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB dini hari, tepatnya tanggal 8 Juli 2007, hari Minggu. Kami masih bercerita sebelum akhirnya kami tertidur semua.
Fajar yang indah menyambut pagi, suara adzan shubuh menggema, dan ayam jantan berkokok bersahutan. Aku bangun yang pertama dan langsung menuju masjid, tempat semua peserta shalat dan tempat aku bersujud syukur sendirian dengan cukup lama pada tengah malam yang gelap setelah kami mendapatkan beberapa tropi piala. Aku shalat shubuh dan setelah itu kembali ke tenda. Aku membantu teman-teman berkemas sambil menunggu transportasi untuk pulang datang menjemput. Aku juga mengambil pin dan piagam untuk teman-teman di ruang kecamatan. Setelah semua siap, transportasi datang, dan kami pulang. Sampai di SMA Negeri I Karanganom sekitar pukul 08.00 WIB.
Terima kasih, teman-teman semua. Kalian telah bersedia berusaha dan bekerja keras bersamaku. Itulah hasil kita semua, hasil yang kita capai, hasil kerja keras kita selama liburan dan acara, hasil kerja tim kita. Terima kasih.

Rabu, 07 Juli 2010

SEPENGGAL KISAH KECIL YANG PERTAMA : Ketika Raimuna Cabang Klaten XI Tahun 2007

Aku dan teman-teman sampai di bumi perkemahan Kepurun yang bertempat di Manisrenggo, Klaten. Hari itu, Senin 2 Juli 2007, merupakan hari pertama dari serangkaian acara selama enam hari perkemahan, atau dalam rangka Raimuna Cabang Klaten XI. Raimuna adalah acara perkemahan yang diselanggarakan secara rutin, salah satunya Raimuna Cabang, raimuna (perkemahan) yang diselenggarakan oleh pramuka tingkat cabang (setara dengan kabupaten) dan Raimuna Cabang ini diadakan setiap empat tahun sekali. Raimuna Cabang ini merupakan yang kesebelas kali di Klaten. Aku dan teman-teman terpilih untuk mewakili kontingen SMA Negeri 1 Karanganom, Dewan Ambalan Diponegoro dan Nyi Ageng Serang, tepatnya Gugus Depan XI.10.15.001/002.
Berawal dari sepucuk surat mandate dari Ka Kwarcab (Kepala Kwartir Cabang) yang saat itu dipegang oleh Drs. Anang Widayaka, yang memberi perintah kepada SMA dan setingkatnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan itu . Asal tahu saja, ternyata beliau itu teman ayahku waktu ayahku masih nekerja sebagai anggota Komisi C DPRD tingkat II Klaten. Ayahku merupakan anggota DPRD hasil pemilihan umum tahun 1997. Tetapi, untuk sekarang tidak lagi. Ayahku tidak terpilih lagi untuk periode selanjutnya. Dan juga kebetulan Ayahku tidak ingin lagi menjadi anggota DPR atau orang politik karena ternyata politik itu sangat kotor dan licik.
Kembali ke permasalahan, surat mandat itu diberikan oleh Ka Kwarcab ke sekolah dan diterima oleh Bapak Wardoyo ,S.Pd. yang saat itu sedang menjabat sebagai Ka Gudep (Kepala Gugus Depan) SMA Negeri 1 Karanganom. Selanjutnya beliau memberikanb mandate tersebut kepada temanku, Isty Martaningtyas yang saat itu menjabat sebagai Pradani I Dewan Ambalan Nyi Ageng Serang. Suatu hari dia memberitahukan kepadaku yang saat itu aku sedang menjabat sebagai Pradana II Dewan Ambalan Diponegoro. Dia tidak memberitahukan kepada Pradana I Dewan Ambalan Diponegoro karena memang dia tidak suka bekerja sama dengan Pradana I, yang saat itu dipegang oleh temanku juga, Anton Sulistyo. Kemudian aku dan dia berpikir untuk mencari teman-teman yang lain karena dibutuhkan sebelas laki-laki dan sebelas perempuan. Akhirnya aku dan sia memilih Vandy Ahmad Yanuar Firdaus, Yanuar Satria, Anton Sulistyo, Danang Setyawan, Irfan Pasetya, Rizky Elyana, Muhammad Eko Nugroho, Agung Sagoro, Ansyahrul Darussalam, dan Hendy Festyawan. Dua orang terakhir masih kelas XI, sementara yang lain sudah kelas XII. Sementara untuk sannga perempuan, dipilh Arum Setyo Mestuti, Ratna Widyaning, Prima Dewi Kusumawardhani, Nur Marhamah, Mariska Asmaranita, dan Ambar Kusumawati. Ada suatu masalah. Untuk sannga perempuan, anggota belum mencukupi. Tetapi, aku dan Isty tetap mencarinya untuk mencukupi persyaratan jumlah anggota dalam satu sangga.
Setelah mereka dipilih, mereka dikumpulkan untuk membicarakan siapa yang berhak memegang posisi pimpinan kontingen (pinkon). Akhirnya, aku sendiri yang dipercaya untuk mengemban amanah sebagai pimpinan kontingen untuk sannga laki-laki. Sementara pimpinan kontingen untuk sangga perempuan dipegang oleh Isty.
Setelah tahap pembentukan sangga selesai, tahap selanjutnya adalah memikirkan dan mencari waktu dan juga mekanisme pelatihan, karena waktu yang digunakan untuk latihan hanya menyisakan satu bulan. Waktu yang tergolong sedikit untuk melaksanakan latihan.
Tetapi, ada suatu masalah lagi. Waktu itu, agenda sekolah sudah diumumkan. Pertama, kemah bhakti yang diadakan di Wonogondang, Sleman pada tanggal 20 Juni 2007-22 Juni 2007. Waktu pembentukan sangga itu sebenarnya adalah waktu untuk persiapan kemah bhakti. Kedua, sebelum itu ada ujian semester genap kenaikan kelas. Ketiga, liburan minggu pertama digunakan untuk liburan wisata ke Pulau Bali oleh siswa-siswi kelas XI yang naik ke kelas XII. Aku memilih untuk tidak ikut wisata tersebut karena beberapa alas an juga. Selain karena tidak mempunyai cukup uang untu bekal wisata, aku juga harus meluangkan waktuku untuk persiapan mental dan penyusunan rencana latihan. Selain itu, aku juga harus memilih dan membagi lomba-lomba yang akan diadakan di Raimuna Cabang kepada teman-teman karena lomba ynag diikuti cukup banyak tetapi cukup dilakukan oleh sebelas orang.
Masalah pertama dapat diatasi dan dilewati. Persiapan kemah bhakti sambil menyusun rencana dan latihan. Masalah kedua, ujian semester genap kenaikan kelas. Kami harus fiokus dan konsentrasi untuk meningkatkan prestasi kelas kami. Sehingga semua kegiatan kami tinggalkan untuk sementara waktu menghadapi ujian semester genap . Masalah ketiga, wisata ke Bali. Sebagian besar dari kami mengikuti wisata tersebut. Ini menyebabkan kami kehilangan waktu yang sangat penting untuk latihan.
Setelah semua masalah dapat terlewati, waktu menyisakan satu minggu menuju Raimuna Cabang. Aku merencanakan dalam waktu satu minggu tersebut aku dan semua teman peserta Raimuna Cabang untuk berkumpul karena memang kami kehilangan cukup banyak waktu untuk latihan. Tetapi, hanya tiga kali yang berhasil. Dan di antara tiga kali pertemuan itu, hanya pertemuan hari terkhir yang maksimal, yaitu tepat sehari sebelum Raimuna Cabang itu digelar.
Ketika masa latihan itu, muncul beberapa masalah lagi. Beberpa temanku tidak diijinkan untuk mengikuti Raimuna Cabang karena alasan kesehatan yang kurang mendukung, nilai pelajaran yang menurun, dan sebab lainnya. Mereka adalah Yanuar Satria, Arum Setyo Mestuti, dan Ratna Widyaning. Kami sempat kesulitan mencari pengganti mereka. Dalam waktu yang mendesak, akhirnya kami mendapatkan pengganti yang tidak megecewakan juga, mereka adalah Tony Tri Ariyana, Lia Ullynuha, Tatit Rhety Hasanah, Laili Rahmawati, dan Rizky Aji Mahanani. Karena pergantian anggota, lomba pun juga harus diatur ulang kembali. Setelah semua beres, latihan pun dilaksanakan dalam waktu yang sempit.
Pagi itu pun tiba. Senin, 2 juli 2007 semua bersiap diri dan mental. Rangkaian acara enam hari itu sangat berat dan juga mengesankan bagi kami. Terutama bagiku. Karena aku merupakan peserta yang mengikuti lomba paling banyak,yaitu telling story, atur pambagyo harjo, dan karya tulis ilmiah serta lomba cerdas tangkas pramuka (LCTP). Tetapi, di luar rencana, aku juga ikut commando corps (CC). Selain itu, aku juga menjadi Pak RW/Ketua RW (sebutan untuk ketua wilayah di perkemahan) di RW 04, lokasi tendaku. Sebagian dari targetku tercapai.
Pertama, telling story. Ada tiga tema, di antaranya “Asal Mula Kota Klaten”, “Ki Ageng Pandanaran”, dan “Yaqowiyyu” (sebuah acara besar dalam bentuk sebaran apem-sejenis roti, setiap hari Jumat di bulan Shafar, bertempat di Jatinom, dekat makam Ki Ageng Gribig). Dalam surat mekanisme lomba tersebut dijelaskan, peserta maju dengan pemberian tema secara spontan dan tanpa teks. Jadi, aku harus mempersiapkan dengan matang. Ketika latihan, aku mencari bahan yang berisikan tiga tema tersebut. Awalnya, aku hanya mendapatkan dua tema, yaitu “Asal Mula Kota Klaten” yang ku dapatkan dari pinjam buku di perpusatakaan daerah Klaten dan “Yaqawiyyu” yang ku dapatkan dari buku temanku, Laili Sulhiyah. Untuk yang tema “Ki Ageng Pandanaran”, aku sudah berusaha untuk mencarinya tetapi susah ditemukan. Tiba-tiba, temanku yang bernama Robiah Uswatun Hasanah memberiki tema itu. Jadi lengkap sudah, tetapi dalam bahasa Indonesia. Pekerjaan selanjutnya adalah membuat cerita tersebut menjadi bahasa Inggris. Aku memilih untuk membuat tiga cerita tersebuat ke dalam bahasa Inggris dengan kemampuanku sendiri karena jika nanti ditranslate dengan menggunakan computer, akan terdapat kejanggalan dalam kalimat karena sisten penterjemahan computer yaitu system per kata. Selain itu juga untuk mengasah kemampuanku berbahasa Inggris. Setelah selesai menerjemhakn ke dalam bahasa Inggris, Aku memahaminya dan menghapalkannya. Ya, semua tema harus ku pahami dan ku hapalkan agar aku bias berlomba dan bercerita dengan luwes. Aku terus berlatih dan berdoa agar targetku tercapai. Sampai pada hari kedua, Selasa 3 Juli 2007,. Aku beranjak dari tenda padi itu, tenda nomor kavling 20 RT II RW 04 ke tempat lomba, yaitu di aula/joglo utama buper Kepurun. Tempat itu adalah tempat yang pernah aku pakai untuk mengikuti lomba khitobah ketika aku masih SMP dan mengikuti Perkemhan Pembinaan Rohani Islam (Perbinaris) pada tanggal 10 September 2004 sampai dengan 12 September 2004. Aku mendapatkan nomor undian 09. Biasanya aku kurang bersahabat dengan anka ganjil. Tetapi, aku tetap focus. Ketika semua berkumpul di ruangan lomba, mereka masih saja menghapal. Bagiku, waktu sebelum lomba dimulai bukan lagi waktu untuk latihan tetapi waktu untuk menguatkan mental agar siap berlomba. Seharusnya, latihan sudah dilakukan rutin jauh hari sebelum lomba. Aku mencoba untuk tidak nervous meskipun juga sebenarnya aku nervous. Aku juga berdoa dan mencoba menenangkan diriku. Nomor undian demi nomor undian dipanggil., peserta demi peserta maju. Akhirnya, sampailah ke nomor 09, nomor dan waktu aku harus maju. Aku maju sambil berdoa. Mengambil undian dan aku mendapatkan tema “Ki Ageng Pandanaran”, tema yang aku peroleh dari salah seorang temanku, Robiah Uswatun Hasanah. Setelah itu, aku mulai berjalan kea rah depan microphone, dan berdiri di hadapan para juri lomba telling story. Aku mulai bercerita dan berusaha untuk seluwes mungkin dan menarik simpati dari kalangan juri dan peserta lainnya agar aku mendapatkan nilai yang bagus. Caranya yaitu dengan berinteraksi sedikit-sedikit dengan para juri dan peserta. Ketika itu, ada hubungan balik dari para juri dan peserta lainnya. Pikirku, bagus sekali. Aku pasti mendapat nilai bagus karena mereka paham tata bahasaku dan menanggapinya. Aku bercerita tidak sampai pada batas minimali, yaitu 15 menit. Aku hanya bercerita sekitar 8-10 menit. Setelah selesai, aku langsung kembali ke tenda untuk ganti baju. Asal tahu saja, aku tidak memakai seragam pramuka dan ID card milikku sendiri karena aku adalah pinkon yang seharusnya tidak boleh mengikuti lomba.
Kedua, lomba atur pambagyo harjo. Ada tiga tema juga, yaitu “Selapanan” (35 hari kelahiran bayi), “Pasrah Temanten” (memasrahkan pengantin), dan “Kesripahan” (meninggal dunia). Karena mekanisme lomba sama dengan lomba telling story bahasa Inggris, maka persiapan yang aku lakukan juga sama. Yaitu, mencari bahan tiga tema tersebut dan selanjutnya menghapalkannya. Aku mendapatkan tiga tema tersebut dari ayahku karena ayahku sering sekali dan bahkan langganan dimintai orang-orang untuk melakukan atur pambagyo (sejenis pidato, dalam bahasa jawa). Jadi, aku tidak repot untuk mendapatkannya. Tetapi, aku justru repot menghapalkannya karena memakai bahasa jawa kuno yang sulit diucapkan, dihapalkan, dan dipahami. Tetapi, aku tetap berusaha memahami dan menghapalkannya. Akhirnya, aku bisas memahami dan menghapalkannya. Waktu pun tiba. Tempat pelaksanaan lomba pun juga sama dengan tempat loma telling story bahasa inggris. Aku mendapatkan nomot urut 16. Itu nomor urut hampir terkhir. Ketika berkumpul, aku bertemu dengan perwakilan dari DKR (Dewan Kerja Ranting) Karanganom Brodonoyo, Mas Teguh. Aku sempat rendah diri karena dia merupakan yang tertua, sudah kuliah, dan berpengalaman tinggi. Tetapi, dia berkata bahwa DKR itu hanya partisipan yang tidak dinilai setiap lombanya meskipun mereka ikut. Lomba. Aku agak merasa lega. Nomor demi nomor dipanggil, peserta demi peserta maju untuk berpidato. Sampai akhirnya pada nomor 16. Itu berarti aku harus maju. Aku maju sambil berdoa dan menenangkan emosiku karena aku masih agak merasa rendah diri. Aku mendapatkan tema “Kesripahan”. Ternyata benar. Aku sudah melakukan kesalahan sejak awal. Aku tidak mengatakan dan mengucapkan penyapaan waktu berpidato dengan tema itu. Aku jadi tidak fokus dan kurang percaya diri. Hapalanku sampai hampir berantakan. Dan, itu mengakibatkan aku hampir lupa ketika aku sudah berpidato sampai pertengahan. Akibatnya, aku berhenti beberapa saat, tetapi tidak lama aku segera mengingatnya, Selesai, aku merasa pesimis dan kembali ke tenda.
Ketiga, lomba karya tulis ilmiah argumentatif. Dari lomba ini, aku menemukan bakat menulisku dan menyampaikan pendapat. Temanya tentang “Pramuka Untuk Masa Depan”/”Revitalisasi Gerakan Pramuka”. Aku mencari bahan dari dua susut. Yaitu, pertama dari sudut teori dan kedua, dari pendapatku sendiri. Untuk yang teori, aku mengambil dari buku sumber yang kupunya. Aku menuliskan sejarah kepramukaan sedunia dan tentang Boden Powell (Bapak Pandu Sedunia). Dan untuk yang pendapat, aku mencoba untuk berpendapat sendiri mengenai tema itu. Setelahaku susun dan aku buat, aku menyelesaikan karya tulis tersebut. Aku berlatih memahami lagi. Dan, hari lomba pun tiba juga. Lomba dilaksanakan oleh dua orang, yaitu aku sendiri dan Anton Sulistyo. Semua peserta menggunakan fasilitas Overhead Proyector (OHP), tetapi kami tidak menggunakannya karena memang kami tidak berlatih untuk itu dan tidak mempunyai transparansi karya tulis itu. Kami hanya memberikan fotokopi rangkap tiga kepada para juri yang juga berjumlah tiga orang. Jadi, kami satu-satunya yang berbeda. Anton membacakan karya tulisnya sedangkan aku yang menjawab pertanyaan dari ketiga juri yang terhormat. Setelah Anton selesai membacakan karya tulisnya, para juri mengajukan pertanyaan, ketidak setujuan, sanggahan, kritik, dll. Aku menjawabnya dengan jawaban yang controversial dan meyakinkan. Aku berbeda dengan peserta lainnya. Aku dapat membalikkan pertanyaan dari juri untuk menyerang kembali juri tersebut dan menjawabnya. Selain itu, aku juga menyampaikan kritik terhadap makalah peserta lain yang rata-rata berpendapat bahwa pramuka itu perlu diubah agar lebih menarik lagi tetapi, perubahan yang mereka usulkan, hampir menghilangkan unsure pokok pramuka itu sendiri. Menurutku, hal itu tidak perlu lagi karena memang pramuka itu sudah sangat menarik dan bermutu tinggi. Selain itu, perubahan yang tidak terkendali akan dapat menghilangkan dasar, tujuan, dan prinsip serta cita-cita pramuka itu sendiri. Jawabanku membuat para juri salut. Sehingga, aku merasa optimis meskipun harus melawan kakak-kakak dari DKR Brodonoyo, Mas Galih dan Mas Haendarjo. Aku mendapatkan nomor urut 12. Setelah maju, aku langsung kembali ke tenda karena hari sudah malam. Selain itu, aku juga sudah merasa agak capek. Ketika itu, aku juga merasa kecewa sekali karena usahaku untuk menambah nilaiku dengan mengajukan pertanyaan dan sanggahan kepada SMA Negeri 1 Klaten dan mengurangi nilai mereka dengan tidak bisa menjawab pertanyaan dariku, gagal karena waktu yang mendesak. Jadi, aku tidak bias melakukan hal itu. Padahal, aku hampir kesal dengan isi karya tulis mereka yang tidak bernutu dan ingin mengubah gerakan pramuka. Sebenarnya itu kesempatan emas. Tetapi, apa boleh buat.
Keempat, lomba cerdas tangkas pramuka (LCTP). Dalam lomba ini, para peserta diuji tentang pengetahuan mereka seputar dunia pramuka dan pengetahuan umum terkini. Dalam LCTP, terbagi tiga tahap. Yaitu, tahap penyisihan, tahap semi final, dan tahap final yang hanya menyisakan empat peserta untuk diambil tiga pemenang. Wakil dari sangga laki-laki adalah aku sendiri, Agung Sagoro, dan Anton Sulistyo. Sementara wakil dari sangga perempuan sekolahku adalah Nur Marhamah, Mariska Asmaranita, dan Ambar Kusumawati. Pembagiannya adalah aku dan Anton menjawa pertanyaan seputar pramuka sementara Agung menjawab pertanyaan seputar pengetahuan terkini. Sebenarnya aku dan teman-teman sudah melakukan persiapan dengan membaca buku dan mengerjakan soal yang diberikan oleh kakak-kakak Dewan Ambalan terdahulu. Dalam babak penyisihan, terus teerang, aku dan teman-teman mendapatkan bantuan jawaban dari kakak-kakak DKR Brodonoyo sehingga aku dan teman-teman lolos ke tahap semi final. Dalam tahap semi final, aku dan teman-temam mendapatkan kesulitan sehingga membuat kami cenderung untuk menyerah dan tidak serius. Dan ini menyebabkan kami tidak lolos ke tahap terkhir yaitu tahap final. Perasaan kecewa pasti ada, tetapi sebelumnya kami juga tidak berharap banyak sehingga kami tidak terlalu kecewa. Kami mengambil manfaatnya saja, selain menambah pengetahuan, kuga termotivasi untuk lebih mengetahui dunia pramuka dan pengetahuan umum. Itulah yang diajarkan oleh Norman Vincent Peale dan Nistains Odop, yaitu segala sesuatu harus diambil dari segi positifnya meskipun bentuknya negative. Kekuatan energi positif sangat besar untuk membantu mengahadapi masalah dan kegagalan serta berubah menjadi lebih baik lagi.
Kelima, Comando Corps (CC). Ini adalah satu-satunya lomba di luar rencanaku. Sebenarnya, aku sudah memilih Vandy, Danang, Anton, Ansayahrul, dan Hendy. Tapi, pagi itu, pagi pada hari terakhir kegiatan sebelum lmba commando corps dimulai, wakil ketua yaitu Vandy, berbicara denganku dan memintaku untuk ikut serta dalam lomba tersebut karena nanti aku digunakan untuk menjawab soal-soal yang berkaitan dengan pramuka dan pengetahuan umum. Aku menggantikan Danang dan dia giliran untuk mengurus tenda saja karena dia cukup berbakat dan pandai dalam hal kebersihan dan rumah tangga. Akhirnya, aku dan Danang serta teman-teman yang lain mencapai kesepakatan untuk itu. Sementaradalam hal rintangan dan permainan dipercayakan kepada Vandy karena memang dia pandai dalam hal itu dan dia juga merupakan anak Pecinta Alam (PA). Untuk Ansyahrul dan Hendy, mereka masih kelas X (naik ke kelas XI waktu itu), tetapi teman-teman yang lain memilih mereka dengan alasan agar mereka dapat belajar lebih banyak dan mempunyai pengalaman yang lebih dari teman-teman mereka karena mereka berdua adalah kader yang kami siapkan. Waktu urus diri pun tiba. Terus terang, aku dan teman-teman hanya sarapan roti saja. Padahal, kami tahu kalau kami harus menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan , sekitar enam sampai tujuh kilometer. Dan memerlukan waktu dari pagi hari sampai sore hari. Selanjutnya ada perintah untuk berkumpul di lapangan utama. Kami telah siap, membawa perlengkapan dan bekal secukupnya serta yang diperlukan , dengan mengenakan kaos seragam lapangan Dewan Ambalan kami yang berwarna hijau. Ketika berkumpul, kakak dari Sangga Kerja (Sangker)-yang merupakan panitia acara itu, memberi sinyal untuk bersiap-siap menerima kode Semapore sebagai petunjuk dalam perjalanan nanti. Setelah senua soiap, kakak dari Sangker itu memberi kode Semapore dan terbaca! “Telusurilah tanda kuning di atas tanah! Get Up!”. Begitu kodenya. Setelah menjawab kode, kami berangkat dan mendapatkan peringkat empat. Comando Corps ini dibagi menjadi beberapa pos, yaitu pos utama menjawab soal tentang kepramukaan dan pengetahuan umum, pos kompas bidik, pos Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), pos haling rintang, dan pos penambahan waktu. Selama dari pos utama sampai pos kompas bidik, dihitung kecepatan waktu untuk menambah nilai. Selebihnya, waktu tidak dihitung. Kami berlima pun berangkat dengan diberi semanagat dari sangga perempuan sekolah kami. Kami berlari untuk mengejar sangga di depan kami dan juga untuk mendapatkan waktu yang cepat agar nilai kami bisa lebih. Tetapi, kami tidak bias mengejar mereka. Sampailah kami di pos menjawaba soal. Kami dapat menjawab soal dengan cepat sehingga pemberangkatan kami yang semula peringkat empat menjadi peringkat tiga. Ini membuat kami dapat menyingkat waktu. Lalu, kami bergegas dan berlari menuju pos selanjutnya, yaitu pos kompas bidik. Setelah sampai, kami merasa lega karena peringkat kami berada di peringkat tiga. Di pos ini, giliran Vandy untuk bertugas. Kami diberi soal yang berbentuk angka derajat. Vandy duberi kompas bidik dan ditentukan tempat berpijaknya untuk kemudian mengukur angka derajat pada soal dari tempat berpijak itu. Dari tempat itu, Vandy membidik sesuat sesuai dengan yang diminta soal. Benda apa saja yang dibidik. Kami pun selesai mengerjakan. Kami melanjutkan ke pos selanjutnya, yaitu pos Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), dengan berjalan santai karena memang waktu suudah tidak dihitung lagi. Kami melewati area persawahan yang indah. Karena saking santainya, kami mendapatkan masalah. Kami tidak melihat tanda yang menhisyaratkan untuk berbelok sehingga kami tersesat. Akhirnya, kami dibantu sangga di belakang kami, sangga dari SMA Negeri 1 Polanharjo. Jadi, kami hanya tersesat sedikit. Setelah mereka menolong kami, kami berterima kasiah dan meminta mereka untuk mendahului kami. Tetapi, rasa kekeluargaan mereka sangat besar, mereka justru meminta untuk berjalan bersama kami. Kami semua bercanda bersama, kebetulan mantan guru fisika mereka, Bapak Drs. Agus Sukamto, MM., baru saja diangkat menjadi Kepala Sekolah kami. Setelah berjalan beberapa waktu, kami sampai di pos P3K. Di ps tersebut, kami diberi suatu permasalahan kecelakaan seseorang yang jatuh dari tebing tinggi dan salah satu anggota geraknya mengalami patah tulang dengan kaki kanan digigit ular. Kami pun haruds membuat drag bar atau sejenis tandu dan mengikat luka sekitar gigitan ular agar racun tidak menyebar dan memberi plat kayu papan untuk tangannya yang patah. Setelah itu, kami mengangkat dan mengevakuasi korban, dan selesai. Di pos tersebut, kami juga menyempatkan untuk shalat dhuhur karena pos tersebut bertempat di sebuah Sekolah Dasar (SD) yang terdapat mushalla. Setelah selesai, kami berangkat ke pos halang rintang. Kami berangkat sendiri karena sangga SMA Negeri 1 Polanharjo sudah mendahului kami karena memang itu yang kami minta. Setelah beberapa waktu berjalan, kami sampai di pos halang rintang. Ada dua macam halang rintang, yaitu jarring laba-laba dan repling. Aturan main jarring laba-laba adalah lima peserta harus masuk ke lubang atau jarring dengan lubang dan besar yang berbeda. Kami dapat melewatinya. Selanjutnya adalah repling. Ini tidak masalah bagi Vandy dan Anton karena mereka anak Pecinta Alam (PA). Namun tidak bagiku, Ansyahrul, dan Hendy. Vandy dan Anton melakukan repling terlebih dahulu karena mereka memang tahu bagaimana cara repling. Sedangkan aku, Ansyahrul, dan Hendy harus diajari terlebih dahulu oleh kakak Sangker, bagaimana cara memakai dan menalikan tali, bagaimana posisi tubuh yang benar ketika repling, dan bagaimana cara menurunkan badan ketika melakukan repling. Setelah mendapatkan pengarahan dari kakak Sangker, kami bersiap untuk melakukan repling. Sebenarnya aku sempat takut karena belum pernah melakukan repling, menuruni tebing dengan dasar sungai dengan jarak yang cukup tinggi, sekitar enam meter. Tetapi, aku berhasil mengatasi rasa takutku. Aku dapat menyelesaikan dengan cukup bagus sebagai tahap pemula. Tetapi, aku mendapatkan sedikit masalah ketika aku turun baru setengah perjalanan. Aku hampir kehilangan kendali dan aku sedikit berputar-putar dan lenganku membentur sisi tebing. Jadi, sikuku sedikit lecet dan berdarah. Aku sempat diejek oleh Anton, dia senang melihatku berpetualang terutamam ketika melakukan repling karena dia tahu kalau aku adalah tipe anak yang jarang bermain, selalu di rumah, dan jarang melakukan hal-hal aneh seperti itu. Setelah pos halang rintang, kami berjalan kembali menuju Bumi Perkemahan. Kami menyusuri sungai yang terdapat banyak sekali bebatuan. Tidak berjalan jauh, kami pun sampai di Bumi Perkemahan pada pukul 14.30 WIB setelah berangkat pada pukul 08.00 WIB. Kali sangat kelelahan dan aku mendapatkan luka di siku kiriku ketika melakukan repling. Setelah sampai, aku diobati oleh Nur Marhamah, anggota sangga permpuan SMAku. Dan setelah beristirahat beberapa menit, aku mandi di kamar amndi masjid Bumi perkemahan. Setelah selesai mandi, aku mendengar suara adzan, itu artinya waktu shalat ‘Ashar tiba. Lalu, aku shalat ‘Ashar. Setelah selesai, aku bersantai bersama teman-teman. Aku mengenakan kemeja paddock Valentino Rossi, pembalap MotoGP favoritku, berwarna kuning dan penuh logo-logo sponsor Camel Yamaha Team. Aku beristirahat karena memang acara sudah hampir selesai dan bebas. Hari itu hari terakhir dari seluruh rangkaian acara enam hari Raimuna Cabang XI. Dan aku merasakan suatu hal… Hal yang lain dan aneh…