Rabu, 14 Juli 2010

SEPENGGAL KISAH KECIL YANG KETIGA : Kerja Tim yang Hebat

Bagiku, kerja tim yang kompak dan bersemanagat adalah penting. Aku menyadari bahwa aku tidak terlalu cukup kuat untuk melakukan segala sesuatu sendirian, tanpa ada yang membantu, kecuali kalau yang ku lakukan itu adalah pekerjaan individual. Dan, kerja tim ini baru aku sadari ketika aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), tepatnya di SMA Negeri I Karanganom.
Dulu, ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), aku masih tidak mengetahui tentang kerja tim. Selain masih kecil dan belum berpikir secara dewasa, aku juga belum mengikuti organisasi karena SD merupakan lingkup yang masih sangat sempit.
Tetapi, ketika kau duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedikit demi sedikit, aku mengetahui mengenai kerja tim. Dimulai ketika kelas I SMP, aku diminta untuk menjadi Seksi Ketaqwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi, aku tidak menyanggupinya karena memang aku belum sanggup dan tidak cukup berkompeten di organisasi. Selanjutnya, naik ke kelas II SMP, aku menjadi Seksi Bidang Ketaqwaan terhadap Tuhan Ynag Maha Esa di Organisasi Intra Sekolah (OSIS) Sekolah Menengah Peratama I Delanggu. Waktu itu, aku masih berorganisasi secara asal-asalan karena belum berpikiran secara dewasa, belum banyak pengalaman, dan baru pertama kali ikut organisasi. Selain itu, aku juga masuk dalam Dewan Penggalang (DP) Sekolah Menengah Peratama I Delanggu namun hanya sebagai anggota, yang mempunyai kewajiban mengajar kepanduan atau kepramukaan setiap hari Jumat sore dan menjalankan program kerja masa bhakti waktu itu. Karena sebagai anggota, aku tidak melakukan banyak hal dalam organisasi itu.
Dalam organisasi tersebut, yang bekerja mengurusi job description hanya orang-orang itu terus, sehingga kerja tim boleh dikatakan kurang kompak. Dan, aku bukan merupakan orang yang terus bekerja itu. Aku lebih menyadari lagi ketika aku duduk di pertengahan kelas II SMP, aku masuk dalam regu Serigala, salah satu regu dari enam regu yang berlaga di dalam Perkemahan Hari Ulang Tahun Pramuka ke-42 di Lapangan Merdeka, Delanggu. Di dalam satu regu itu terdiri dari sepulus orang yang harus mengikuti beberapa lomba sehingga dibutuhkan kekompakan dan kerja tim yang solid agar bias memenankan kompetisi. Regu serigala itu diketuai oleh Charlie, yang waktu itu sudah meginjak kelas III SMP.
Satu bulan penuh aku dan teman-teman berlatih dengan keras, termasuk berlatih Peraturan Baris Berbaris (PBB) yang sangat dibutuhkan konsentrasi tinggi, ketepatan dan kecepatan tanggapan, dan tentu saja kekompakan. Kami berlatih PBB jenis Pramuka yang tentu saja berbeda dengan PBB jenis Militer.
Dan, waktu lomba pun tiba, tepatnya pada tanggal 14 sampai 15 Agustus 2004. Enam regu dari sekolah, SMP Negeri I Delanggu, yang juga merupakan Sekolah Standart Nasional (SSN) pertama di Kabupaten Klaten, mendominasi jalannya perkemahan. Hasilnya reguku, regu Serigala, mendapatkan Juara Harapan I Tingkat Ranting Delanggu, sementara Dua Regu lainnya meraih Juara I dan Juara II. Dan, regu perempuan mendapatkan Juara II, Juara III, dan Juara Harapan I. dalam tingkat yang sama. Aku menyadari bahwa reguku masih banyak memiliki kekurangan terutama pada kekompakan dan kerja tim, termasuk aku juga.
Selanjutnya, perlombaan Peraturan Baris Berbaris (PBB) yang bertempat di Stadion Trikoyo, Klaten. Aku masuk dan diterima pada seleksi untuk mewakili SMPku itu. Aku dan teman-teman harus menghadapi “old enemy” kami, yaitu SMP Negeri II Klaten, yang memang selalu kampiun di setiap perlombaan. Aku dan teman-teman berlatih kurang lebih selama satu bulan dan dilatih oleh petugas Komando Rayon Militer (Koramil) Delanggu, Bapak Sakri, dan Bapak Sukartejo. Aku baru belajar dan menangkap kerja tim ketika itu karena dalam PBB itu dibutuhkan keompakan. Selain itu, aku berperan sebagai penjuru, karena memang aku bertubuh paling kecil dan pendek. Hasilnya, kami juara II Kabupaten Klaten, kalah dari old enemy kami yang cukup tangguh, siapa lagi kalau bukan SMP II Klaten. Tetapi, kami semua cukup senang dan puas.
Selanjutnya, Perkemahan Pembinaan Rohani islam dalam rangka Isra’ Mi’raj nabi Muhammad Shallalloohu ‘Alaihi wa Sallam yang bertempat di Bumi Perkemahan Kepurun, tepatnya pada tanggal 10 sampai 12 September 2004. kami semua pulang dengan tangan kosong kecuali regu perempuan yang merebut Juara I Tergiat Putri. Selama SMP itu, aku masih belajar mengenai kerja tim yang seharusnya dilakukan dengan baik.
Selanjutnya, aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Kelas X aku mengikuri organisasi Rohani islam yang bernama Syiar Kegiatan Islam (SKI). Aku masuk SKI karena memang aku ingin lebih memahami tentang agama Islam karena ketika kau SMA, aku sudah tidak sekolah di Madrasah sore lagi. Selain itu, aku juga ingin lebih paham organisasi. Ketika itu, masih seperti hal umum, hanya orang tertentu yang bekerja. Jadi, terkesan tidak kompak. Waktu kelas X SMA, aku ingin sekali menjadi ketua SKI. Selanjutnya, kelas XI aku menjadi calon ketua SKI. Ketika pemilihan, aku kalah telak dengan Pamulak Holoan Sinaga, orang yang pernah menyakiti hatiku. Secara otomatis, aku tidak menjadi ketua umum SKI. Sebagai gantinya, aku hanya menjadi Ketua bidang Kajian dan Syiar Islam di SKI, bidang yang sangat urgen di SKI. Sangat urgen karena seluruh kegiatan di SKI hampir didominasi oleh bidang tersebut.
Setelah itu, aku juga terpilih sebagai Pradana II di Dewan Ambalan (DA) Diponegoro, yang merupakan gerakan kepramukaan di SMA Negeri I Karanganom. Ketika dipramuka itulah aku mengetahui organisasi yang sebenarnya. Kekompakan, kesolidan, kekeluargaan, kebersamaan, ketepatan, kegigihan, keteraturan. Aku mengerti dan memahami bahwa di organisasi terdapat deskripsi kerja setiap elemen organisasi sehingga satu jenis pekerjaan dikerjakan oleh satu elemen dalam itu, sangat teratur dan detail serta hebat.
Dalam organisasi dibutuhkan itu agar pekerjaan yang sama tidak dilakukan oleh banyak elemen organisasi, karena itu kurang maksimal hasilnya. Ibarat pepatah, terlalu banyak koki yang memasak sati masakan, hasilnya tidak akan enak. Aku mencoba melaksanakan deskripsi kerja dengan benar walaupun sebenarnya aku melakukan kesalahan di awal. Itupun juga aku implementasikan di SKI. Hasilnya aku tumbuh menjadi orang organisasi yang kritis dan suka menekan terhadap sesuatu yang tidak benar dan tidak teratur. Itu aku lakukan di SKI karena di SKI tidak serapi di Pramuka.
Pernah aku mengalami masalah di SKI, aku tidak dihargai dan tidak bisa bekerja sama dengan orang lain di SKI, termasuk ketua umumnya yang pernah menyakiti hatiku. Namun, perlu diketahui, tidak bisanya aku bekerja sama terutama dengan ketua umum SKI bukan karena masalah pribadi, dan ironisnya banyak kalangan yang salah persepsi seperti itu. Aku sampai muak dan ingin keluar dari SKI. Tetapi, waktu demi waktu, aku menyadari bahwa Pembina Utama SKI, bapak Sahri Anur, S.Ag., membutuhkanku. Sehingga dengan keadaan seperti itu, aku tidak jadi keluar dari SKI meskipun aku juga muak denagn Pembina SKI yang lain, seperti Bapak Rosyid Ridlo, S.Ag., bapak Yulianto, S.Ag., dan bapak Aris Yunanto, S.Pd., yang fanatic dalam menghadapi perbedaan dalam islam. Mereka mengeklaim bahwa golonganku, Nahdlatul ‘Ulama, adalah golongan yang tersesat dan tidak benar dalam Islam!
Perbedaan dalam Islam itu adalah sebagai rahmat, yaitu untuk kekayaan pengetahuan dalam Islam dan untuk mengembangkan toleransi antar sekte dan golongan dalam islam, jadi mengapa harus diperdebatkan dan dicari mana yang benar? Apakah mereka sudah mempunyai ilmu yang lebih banyak dari yang lain sehingga mereka berani mengeklaim ibadah itu bid’ah dlalalah dan golongan itu sesat? Apakah mereka sudah menjadi orang yang paling benar sehingga mereka membnarkan orang lain? Perbincangan seputar ini akan lebih panjanh dan lebar dari perkiraan kita. Yang jelas dan yang terpenting, jangan sampai melihat hanya dari satu sisi dan memakai satu pengetahuan sehingga kita bias memahami semuanya secara kontekstual, bukan secara tekstual.
Setelah aku diajarkan beberapa hal oleh ayahku, aku mulai memahaminya. Aku jadi satu-satunya anak SKI yang kebal terhadap tekanan dari golongan para Pembina SKI yang cukup ekstrem itu. Itu terjadi karena aku mempunyai landasan yang cukup kuat dan benar dalam golonganku dan mereka tidak cukup memahaminya karena itu mereka sewenang-wenang mengatakan golonganku salah.
Aku memutuskan untuk menjadi anak manis saja, yaitu hanya bersikapdiam dan tidak keluar dari SKI walaupun beberapa tahun setelah itu aku menjadi anak yang kritis terhadap mereka. Dan waktu itu juga aku menjadi sering vakum pada kegiatan kajian yang mereka isi di Ski. Itulah bentuk perlawananku saat itu.
Aku berusaha tetap bekerja semaksimal mungkin untuk menjalankan program kerjaku dan tentu saja aku harus bekerja sesuai dengan prosedur kerja. Hasilnya, aku dan teman-teman sebidangku berhasil membuat bidang kami menjadi bidang paling baik dengan berhasil mengadakan kegiatan yang cukup berkualitas dan berkuantitas sehingga waktu itu kegiatan SKI menjadi cukup ramai. Sebagian besar program kerja kami juga tercapai. Namun, ironisnya aku hanya bekerja dengan orang yang bias ku ajak kerja sama, bukan semua orang di SKI karena konflik itu.
Beralih ke pramuka. Di Dewan Ambalan Diponegoro aku mengalami masa yang cukup indah walaupun kadang-kadang menyusahkan juga. Di situ, aku sebagai Pradana II, itu setingkat dengan Ketua II di organisasi lain. Aku berusaha menjadi pemimpin yang bagus dan berkualitas waktu itu. Aku selalu menanamkan semangat kerja tim yang kompak di situ. Dan aku sedikit berhasil, atau terserah kalian yang mau menilaiku karena hak menilai bukan terletak pada pribadi pelaksana, tetapi terletak pada pribadi pengamat.
Aku menjadi ketua panitia pada acara Perkemahan Penerimaan Calon Penegak (perpencap) pada tanggal 14 sampai 15 Januari 2006. padahal, aku adalah Pradana II yang duduk di struktur Steering Comitee, yang tidak boleh merangkap di Organising Comitee. Tetapi, aku menjadi keduanya di Perpencap itu. Hasilnya, aku sangat kerepotan dalam bekerja.
Ketika Perpencap itu, aku melakukan banyak kesalahan. Tetapi aku cukup senang karena kerja tim lebih bagus dari SKI meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan.
Selanjutnya di kegiatan Comando Corps. Itu adalah kegiatan yang menguras fisik karena sejemnis dengan lintas alam, yang terdiri dari sekitar lima sampai sepuluh pos dari total perjalanan sepanjang sekitar tujuh sampai sepuluh kilometer. Aku berniat menebus semua kesalahanku yang kulakukan ketika Perpencap. Aku berusaha berbagi pengalaman dengan panitia atau Organizing Comitee serta mengkoordinasi mereka dengan semampuku. Hasilnya, cukup berhasil. Dan kerja tim juga lebih bagus.
Kegiatan selanjutnya adalah Kemah Bhakti Wonogondang (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta) yang diadakan pada tanggal 20 sampai 22 Juni 2007. aku berusaha memperbaiki kesalahanku sekali lagi, tetapi aku tidak berhasil. Ada keretakan elemen dan masalah internal sehingga kerja tiap elemen panitia tidak maksimal. Aku sudah mengingatkan dan memperbaiki, tetapi gagal. Sampai akhirnya, ketika pelaksanaan kemah bhakti aku sudah capek sehingga aku tidak bisa berbuat banyak di kegiatan itu.
Selama di DA, aku bekerja sama dengan orang-orang yang bias bekerja denganku, dengan kerja tim yang cukup kompak. Sepertinya, aku telah berhasil bekerja sama dengan mereka, mengambil hati mereka, dan membentuk tim yang hebat. Namun, keberhasilan juga karena mereka yang cukup tangguh dalam bekerja.
Ketika breefing sebelum acara dan evaluasi sesudah acara, aku selalu memberika aplaus untuk mereka, dan sebagai ganting, aku mendapatkan aplaus dari mereka. Kata salah seorang teman dekatku, Farid Aji Prakosa, aku mencerminkan keberhasilan dan kegagalan bersama. Bila berhasil, aku ada di sana dan bila gagal, aku juga berada di sana untuk bertanggung jawab. Memang, aku selalu berusaha untuk seperti itu.
Kerja tim di DA yang bagus bukan karena aku, tetapi karena teman-teman DA semua yang dapat membentuk tim dengan kerja yang bagus. Aku cukup bangga di DA karena semua itu. Pramuka menjadi hidupku karena sejak SMP, aku sudah terjun di situ. Dan di pramuka SMA, aku mulai memahami dan berorganisasi dengan baik dan benar. Karena kerja tim itu aku merasa kuat. Aku memiliki pengalaman yang bagus dan membanggakan di situ.
Kerja tim aku tularkan kepada teman-teman ketika Raimuna Cabang XI di Bumi Perkemahan Kepurun, Klaten. Tepatnya pada tanggal dua sampai tujuh juli 2007.aku membentuk sangga dengan anggota yang terdiri dari teman-teman DA yang biusa ku ajak kerja sama dan kerja mereka cukup bagus dan solid. Aku sempat kecewa ketika Yanuar Satria keluar yang disebabkan oleh alasannya yang tidak diijinkan oleh orang tuanya. Bagiku, dia ditambah denagn Vandy, Anton, Danang, Irfan, Rizky, Eko, Agung, An, dan hendy adalah tim yang sangat bagus. Aku sudah memikirkan mereka sebelum aku memilih mereka. Tetapi, aku mendapatkan ganti yang cukup sepadan ketika Yanuar batal ikut Raimuna Cabang, dia adalah Tony Tri Aryana. Aku senang memiliki tim seperti mereka.

Kerja tim dan semangat tim itu selain aku mempelajari sendiri, aku juga tertular filosofi dari idolaku, Valentino Rossi. Dia adalah seorang legenda hidup MotoGP, juara dunia MotoGP di semua kelas. Sejak di kelas GP125cc, dia selalu memilih orang dan mekanik yang bias dia ajak kerja sama dengan baik. Selain itu, dia juga butuh orang yang bias mengerti dia dalam bekerja. Sehingga hal itu bias membuat dirinya nyaman dalam bekerja, dan akhirnya dapat menghasilkan suatu hasil yang sangat fantastic bersama kru mekaniknya itu.
Ketika di kelas GP125cc, dia memilih Mauro nocciali untuk bekerja sama dan hasilnya adalah Juara Dunia GP125cc pada tahun 1997.
Di GP250cc dia memilih untuk bekerja sama dengan Rossano brazzi. Meskipun dia keras, tapi Rossi sangat menyukainya karena tips-tips balap yang dia katakan. Hasilnya pada tahun 1999 Rossi berhasil Juara Dunia kelas GP250cc.
Begitu juga di GP500cc dan ketika kelas berubah menjadi MotoGP 990cc dan 800cc, Rossi memilih orang yang bisa diajak kerja sama dengan baik dan penuh pengertian kepadanya. Dia memilih Jeremy Burgess sebagai kepala mekaniknya ketika di Honda. Sebenarnya burgess sudah pension seusai mengantarkan Michael Doohan menggapai Juara Dunia kelas 500cc nya yang ke lima pada tahun 1998. namun, ketika Rossi ditawari kontrak oleh Honda Racing Coorparation (HRC), dia hanya mau naik kelas ke GP500cc hanya jika mekaniknya Jeremy Burgess. Sehingga HRC eminhta Burgess untuk kembali menjadi mekanik tetapi kali itu untuk Valentino Rossi. Hasilnya sungguh menakjubkan, yaitu Juara dunia kelas tertinggi sebanyak enam kali samapai tahun 2009!
Yang paling menghebohkan adalah ketika Rossi pindah ke Yamaha pada tahun 2004, dia membawa semua mekaniknya yang di Honda ke Yamaha dengan alasan seperti itu. Mereka adalah Jeremy Burgess, Alex Briggs, Bernard Ansieu, Gary Coleman, Bren, dan Alesio Salucci. Hasilnya sungguh mencengangkan! Yaitu Rossi berhasil mempertahankan gelar Juara Dunianya ketika di setelah pindah dari Honda ke Yamaha padahal waktu itu Yamaha sudah tertidur terlelap selama dua belas tahun dan terakhir mencetak Juara Dunia pada tahun 1992 yaitu Wayne Raney.
Ketika aku mengidolakan valentine Rossi, aku belajar menirunya. Termasuk pada kerja tim dan semangat tim yang dia ceritakan di otobiografinya yang berjudul What If I Have Never Tried It
Kerja tim itu yang aku tiru dan pelajari. Dan kerja timku bersama teman-teman ketika Raimuna Cabang XI di Kepurun membuat kami bangga. Tidak seperti sangga lainnyan dari gugus depan lain, kami tidak mendapatkan banyak bimbingan dari Pembina dan Kepala Gugus Depan. Padahal gugus depan lainnya mendapatkan bimbingan yang sangat banyak bahkan ketika sudah turun di lapangan! Setiap saat dan setiap waktu mereka dibimbing dan dibverikan arahan bahkan masih ada yang diajari. Kami pun berpikir agak sombong bahwa mereka adalah anak-anak yang manja, yang tidak mandiri dan bekerja sendiri dengan baik. Kami, dari gugus depan SMA Negeri I Karanganom tidak mendapatkan bimbingan yang banyak dari para Pembina dan Kepala Gugus Depan dan kami hanya diberi surat mandat dari Kepala Kwartir Cabang serta diperintahkan untuk berpartisipasi.
Para Pembina berpendapat bahwa kami sedang menuju proses perkembangan waktu itu. Sehingga untuk menempa mental dan jati diri menuju ke kedewasaan adalah dengan jalan seperti itu, kemandirian dalam berlomba. Para Pembina kami hanya berkata,” Target utama kita bukan juara meskipun itu juga target. Kita hanya berpartisipasi dan berusaha yang terbaik. Sehingga kalian lakukan yang terbaik untuk diri kalian dan sekolah kalian.”
Itu menandakan bahwa beliau telah menyerhakan tanggung jawabnya kepada kami. Kami dididik untuk dewasa dengan diserahi tanggung jawab tersebut. Selain itu, kami juga tidak mempunyai beban berat harus juara sehingga kami nyaman. Tetapi kami tahu bahwa tanggung jawab itu tidak mudah sehingga kami juga berusaha keras semampu kami. Kami hanya mencoba bekerja sama dengan baik dan mandiri. Dan, hasilnya adalah (hanya) empat piala! Tetapi kami cukup bangga dengan hasil itu.
Kami cukup bangga karena kami cukup mandiri dan tidak seperti gugus depan yang lain, bahkan Sang Juara sekalipun masih sering dibantu waktu itu, bahkan sejak mulai mendirikan tenda sampai berlomba, mereka masih dibimbing. Ketika kami datang dan melihat mereka dibantu ketika mendirikan tenda, kami pun berpikir,” Hah, apa-apaan ini? Sang juara pun juga harus dibantu?” itulah kesombongan kami yang tidak boleh untuk ditiru.
Kami sedikit melecehkan mereka walaupun kami tahu dengan prerdiksi hampir pasti bahwa yang akan menjadi Juara Umum adalah SMA Negeri I Klaten. Dan hasilnya memang benar, mereka menang telak. Siapapun juga tahu, bahwa kami dan mereka seperti “old enemy”, tetapi itu adalah pandangan negative saja yang tidak perlu dibesar-besarkan.
Aku pun merasa bangga bersama mereka, teman-temanku yang telah bersedia bekerja sama dengan baik bersamaku..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar