Sabtu, 21 Agustus 2010

SEPENGGAL KISAH KECIL YANG KELIMA : Ketika Bekerja dengan Orang yang Tidak Sejalan Denganku

Bekerja dengan orang yang tidak sejalan denganku, bagiku sangat tidak menyenangkan. Tetapi itulah masyarakat. Setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Bahkan cara bekerja mereka juga berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam masyarakat, kita dituntut untuk saling menghargai. Perilaku tersebut harus kita lakukan dengan tujuan menciptkan masyarakat yang bersuasana harmonis, nyaman, dan hidup rukun. Setiap orang tidak bisa memaksakan kehendaknya dan pendapatnya terhadap orang lain.
Tetapi, lain halnya dengan suatu perkumpulan atau organisasi. Organisasi merupakan bentuk dari masyarakat yang lebih kecil. Tetapi, ini berbeda dengan masyarakat meskipun bila kita berada di dalam kedua tempat tersebut , kita harus tetap saling menghargai dan bersikap moderat.
Di dalam organisasi dan masyarakat, terdapat deskripsi kerja dan tugas untuk setiap elemennya. Namun, hal tersebut lebih terlihat jelas dalam organisasi, terlebih lagi organisasi formal. Mereka harus melakukan deskripsi kerja mereka masing-masing. Deskripsi kerja tersebut berfungsi untuk menegaskan kewajiban setiap elemen dalam bekerja sehingga setiap elemen tidak boleh melakukan deskripsi kerja elemen lain. Mereka harus bekerja secara benar dan spesifik untuk menjaga kesinambungan kerja karena meskiupun satu pekerjaan dilakukan oleh satu orang atau elemen, tetapi kerja mereka saling melengkapi.
Pengalaman yang sangat berharga ketika aku berada di Rohani Islam atau Rohis SMA Negeri I Karanganom yang bernama Syiar Kegiatan Islam (SKI) dan Dewan Ambalan Diponegoro Gugus Depan SMA Negeri I Karanganom, Klaten. Mau tidak mau, aku harus bekerja sama dengan orang yang tidak sependapat dan sejalan denganku. Aku masih menerima hal tersebut asal cara kerja mereka tidak melenceng dan teratur.tetapi, bukan seperti itu keadaaannya. Para pemimpin di kedua organisasi tersebut justru bekerja dengan tidak rapi. Berlainan dengan fakta tersebut, sebenarnya aku juga sedikit banyak mengagumi mereka.
Dalam SKI, aku harus bekerja sama dengan Ketua Umumnya, yang bernama Pamulak Holoan Sinaga. Nama yang aneh untuk orang Jawa, karena memang dia bukan orang Jawa, tetapi keturunan orang suku Batak. Tetapi, ras tidaklah begitu penting. Teman-teman tau, aku dan dia selalu berbeda dan sering perang dingin. Itu dimulai ketika akmi duduk di bangku kelas X SMA.
Ketika itu, bulan Ramadlan 1426 Hijriyyah. Tepatnya pertangahan bulan. SKI mengadakan acara pesantren kilat, mabit (malam bina iman dan taqwa – acaranya menginap satu malam di sekolah), dan reorganisasi pengurus SKI. Semua anggota SKI harus ikut serta dalam acara tersebut, itu artinya aku juga wajib mengikuti acara tersebut. Namun, ada sesuatu hal yang tidak aku sangka. Ibuku sakit kekurangan Haemoglobin (Hb) dan harus dirawat inap di Rumah Sakit Islam Klaten untuk beberapa hari.
Malam itu, Ibu diperiksakan Ayah ke Dokter Sulistiyowati Hilal, dia dalah dokter langganan kami. Beliau berpesan sebaiknya Ibu dirawat di Rumah Sakit dan setelah itu, Ayah dan Ibu pulang dengan membawa obat sementara. Tetapi, Ayah memilih untuk segera membawa Ibu ke Rumah Sakit. Ayah meminta tolong adiknya, Paman Bunyamin, untuk mengantarkan ayah dan ibu ke Rumah Sakit dengan naik mobilnya. Setelah Paman Bunyamin datang, ayah dan ibu langsung berangkat ke Rumah Sakit Islam Klaten. Sehingga, aku di rumah sendiri waktu itu. Sebelum bernagkat ke Rumah Sakit, ayah menuliskan surat ijin untuk tidak mengikuti pesantern kilat dan reorganisasi SKI serta mabit karena hari esoknya adalah hari pesantren kilat, mabit, dan reorganisasi dilaksanakan.
Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah untuk memberikan suart ijin tersebut langsung kepada Pembina SKI agar tidak terjadi kesalahpahaman. Aku diantar oleh teman baikku, Farid Aji Prakosa. Ketika menyerahkan surat ijin, aku segera diberi sanksi oleh Pembina SKI, yaitu menulis seluruh bacaan shalat dalam tulisan arab dan artinya juga, dari niat sampai salam. Aku menerimanya tanpa protes dan tanpa pikir panjang. Setelah itu, aku pulang ke rumah untuk kemudian pergi ke Rumah Sakit Islam Klaten untuk menjenguk dan mnunggu ibu. Sampai di sana, ternyata jam besuk belum buka. Aku menggu sambil menanyakan letak kamar yang dipakai untuk merawat ibu di ruang administrasi. Ibu berada di kamar Marwah nomor sebelas. Kurang lebih tiga puluh menit aku menunggu, akhirnya jam besuk dibuka dan aku pun langsung mencari kamar tersebut. Setiap hari aku menunggu ibu, bahkan beberapa hari aku menginap di situ untuk menjaga ibu dan membantu ayah. Aku mempunyai waktu banyak karena ketika itu memang sedang libur akhir Ramadlan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1426 Hijriyyah. Setelah sepuluh hari ibu rawat inap di Rumah Sakit Islam Klaten, ibu diijinkan untuk pulang meskipun belum sembuh total, namun kadar Haemoglobin ibu sudah mencapai kadar minimal, yaitu tujuh. Tinggal masa pemulihan di rumah. Alhamdulillaah, aku cukup senang. Itu berarti aku sekeluarga bisa berkumpul di Hari Raya Idul Fitri.
Setelah beberapa minggu libur, tiba waktu masuk sekolah. Di sekolah, aku bertemu dengan Pamulak, waktu itu dia belum menjabat sebagai Ketua Umum SKI karena kami masih duduk di bangku kelas X SMA. Syarat untuk menjadi pengurus harian SKI adalah salah satunya harus sudah kelas XI SMA. Dia menanyakan alasan aku tidak berangkat mabit, pesantren kilat, dan reorganisasi. Lantas, aku menjawab bahwa aku menunggu ibuku yang sedang sakit kekurangan Haemoglobin dan harus dirawat inap di Rumah Sakit Islam Klaten selama sepuluh hari. Dia menanggapi dengan perkataan sinis. Dan, dari situlah bermula kebencianku kepadanya. Jelas aku merasa sakit hati dengan perkataannya yang mengatakan mengapa tidak bapakku yang menunggu dan kemana saudara-saudaraku. Dia juga mengatakan bahwa mengapa ibuku harus ditunggu. Dari titik itulah aku menjadi tidak menyukainya sebagai teman. Asal dia tau, bapakku memang menunggu, tetapi beliau juga harus bekerj auntuk melunasi biaya rawat inap dan kamar ibuku. Tentang saudara-saudaraku, hanya kakak perempuanku saja yang menunggu karena domisilinya hanya di Yogyakarta (dekat dengan Klaten), sedangkan kakak laki-lakiku yang pertama bekerja di Jakarta, waktu itu dia juga selalu telepon setiap malam untuk meninjau kondisi ibu.
Ketidaksukaan itu sampai pada kelas XI SMA. Aku tidak menyangka kalau akhirnya aku berada dalam satu kelas dengan dia ketika kelas XI, yaitu di kelas XI Ilmu Alam II (XI IA2). Aku masih membencinya karena kau adalah orang yang sensitif dan mudah untuk membenci orang lain, bahkan dalam waktu yang lama.
Satu tahun berlalu, reorganisasi SKI diadakan lagi. Aku dan dia dijadikan calon ketua umum SKI periode 2006 Masehi – 2007 Masehi. Dalam pemilihan, aku kalah jauh dengan dia dan dia berhasil menjadi Ketua Umum SKI periode 2006 Masehi – 2007 Masehi. Dan, aku menjadi Ketua Bidang Kajian dan Syiar Islam. Masa itu, aku merasa tidak nyaman di SKI. Tetapi, itu bukan lagi soal sakit hatiku pada Pamulak. Ini lebih pada soal karakter perilaku dalam berorganisasi. Aku tidak suka dengan cara kerja dia yang terkesan tidak rapi. Berbeda denganku yang saat itu ingin bekerja dengan rapi dan teratur. Selain itu, teman-teman SKI yang lain seperti tidak bisa bekerja sama denganku. Emtah mereka yang tidak bisa bekerja sama denganku atau aku yang tidak bisa bekerja sama dengan mereka. Yang jelas, suasana semacam itu membuatku semakin tidak nyaman. Itu artinya, mau tidak mau, aku harus bekerja dengan mereka demi kebaikan organisasi dan tanggung jawab. Aku tidak setuju dengan cara kerja mereka, terutama dia. Dalam organisasi harus bekerja dengan benar, rapi, dan teratur. Tetapi dia bekerja sedikit tidak rapi meskipun banyak kegiatan yang sukses juga karena menurut dia, kerja tidak rapi tidak apa-apa asal kegiatan bisa berlangsung.
Di sisi lain, aku juga mengaguminya. Tetapi, tidak jarang juga aku menekan dia karena aku tidak setuju cara kerja dia. Sampai perbedaanku dengan dia tersebar luas. Ironisnya, mereka justru masih menganggap hubunganku dengan dia yang buruk masih disebabkan seputar soal sakit hatiku dan masalah pribadi, padahal bukan! Sekali lagi, aku tidak suka cara kerja dia! Ditambah lagi sikap toleransi para pembina SKI terhadap golongan islam lain yang tidak ada dan sikap picik mereka. Aku risih melihat itu semua. Oleh karena itu, aku sering menekan dan mengkritik dia.
Beberapa waktu kemudian, aku capek. Selain itu, aku sadar tidak bisa mengubah dia. Jadi, aku harus mengalah. Padahal, sebelum itu semua, aku sangat ingin keluar dari SKI. Aku berpikir cukup lama dengan pikiran yang tenang dan jernih serta bijak, selama beberapa bulan. Jika kau keluar, banyak pihak yang menganggap bahwa aku tidak bertanggung jawab. Selain itu, mereka juga akan menganggap bahwa aku tidak profesional karena mencampuradukkan masalah pribadi dengan masalah organisasi. Namun, jika aku tidak keluar, aku merasa tidak bisa bekerja dengan baik dengan mereka.
Dalam organisasi, kita dituntut untuk bisa bekerja sama dengan seluruh elemen, terutama Ketua Umum. Aku merasa, aku tidak bisa melakukan itu semua. Aku selalu bekerja dengan sedikit orang dalam SKI, dan bahkan beberapa kegiatan aku bekerja sendiri. Sampai akhirnya, aku memutuskan untuk tidak keluar. Aku harus bersikap profesioanl. Aku harus menyelesaikan tanggung jawabku sampai akhir, apapun itu kondisinya. Aku harus membuat diriku nyaman meskipun faktanya berbeda seratus delapan puluh derajat. Aku tidak lagi menekan dia , meskipun aku masih tidak suka dengan cara kerja dia. Aku hanya berusaha bekerja serapi dan seteratur mungkin meskipun masih ada yang menganggapku bekerja dengan tidak bagus. Setidaknya, aku sudah mencoba semampuku.
Aku bisa memberikan beberapa cintoh cara kerja dia yang tidak rapi. Maaf, bukan bermaksud membuat citra orang lain buruk, tetapi ini adalah fakta. Dia bekerja dengan menjalankan deskripsi kerja beberapa elemen., sehingga satu orang menjalankan deskripsi kerja banyak orang. Jelas hal tersebut sangat tidak efektif dalam hasil dan proses. Selain itu, cara pembuatan proposalnya terdapat beberapa kesalahan setelah aku mempelajari format dan semuanya tentang proposal. Aku memberikan saran untuk perbaikan proposal tersebut namun satu jawaban yang selalu terlontar dari mulutnya, yaitu yang penting proposal diterima atau diACC dan acara bisa jalan. Itu jawaban yang tidak aku sukai. Padahal jika proposal yang salah diajukan ke pihak luar sekolah, hal itu bisa membuat citra sekolah buruk karena kualitas proposal juga buruk. Cukup itu saja. Itu mencerminkan cara kerja yang tidak sejalan denganku yang membuatku merasa tidak nyaman. Sekali lagi, aku tidak nyaman! Tetapi, aku bisa menyelesaikan sendiri masalah itu.
Ketika di pramuka Dewan Ambalan Diponegoro Gugus Depan SMA Negeri I Karanganom, aku menemui hal yang hampir sama. Aku menjadi Pradana II Dewan Ambalan Diponegoro yang harus bekerja sama dengan semua anggota, terutama Pradana I Dewan Ambalan Diponegoro yang dipegang oleh Anton Sulistyo. Tetapi, berbeda dengan SKI.
Pertama, meskipun Anton juga bekerja tidak rapi, namun masih sedikit lebih baik. Tidak jarang juga aku meniru cara kerja dia yang kadang inovatif dan kreatif. Kedua, teman-teman Dewan Ambalan dapat diajak bekerja sama semua sehingga membuatku nyaman bekerja di Dewan Ambalan.
Pernah, ada suatu masalah. Anton marah ketika mengikuti verifikasi kegiatan Comando Corps tahun 2006 (dalam SKI, tidak ada acra verifikasi sehingga kegiatan seperti berjalan apa adanya dan kurang maksimal). Verifikasi itu cukup menyenagkan, tetapi juga cukup menyebalkan. Dalam verifikasi dibahas mengenai format proposal, bahasa proposal, susunan panitia, deskripsi kerja, acara-acara yang dilakukan, hambatan yang diprediksi bisa datang, dan solusi hambatan tersebut. Apakah ada kesalahan atau tidak, jika ada, maka dijabarkan dan dijelaskan serta dibenarkan kesalahan-kesalahan itu semua secara detail. Dari verifikasi itu, aku dan teman-teman mendapatkan banyak sekali wawasan baru yang fungsional.
Tetapi, ada satu hal yang kurang aku sukai dalam verifikasi tersebut. Kakak-kakak Ikatan Keluarga Besar Alumni Dewan Ambalan SMA Negeri I Karanganom (Ikebana) dan Dewan Kerja Ranting Karanganom terkesan seperti menekan kami. Itu menyebabkan mereka terkesan campur tangan dan bahkan ada yang menganggap bahwa mereka mengendalikan acara kami, padahal kami yang punya acara dan mereka hanya dimintai tolong oleh kami. Tetapi, kesan seperti itu masih bisa kau maklumi. Lain halnya dengan Anton, dia sangat tidak suka dan dia suka bekerja tanpa campur tangan pihak luar. Di tengah verifikasi itu, dia langsung keluar dengan alaasan shalat ‘Ashar akrena memang waktu itu sudah tiba waktu shalat ‘Ashar.
Ketika mengurusi kegiatan, aku dan dia juga sering menemukan perbedaan yang tidak bisa membuat kami bekerja sama dengan baik. Aku mengahrgainya walaupun sering juga kau menentangnya. Tetapi, di luar organisasi Dewan Ambalan Diponegoro Gugus Depan SMA Negeri I Karanganom, kami bertema dengan baik. Kami sering bercanda dan dia sering membantuku semisal memboncengkanku pulang ke rumah ketika pulang sekolah. Tidak seperti aku dengan Pamulak, baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi, kau tetap tidak menyukai dia.
Setidaknya, kedua organisasi itu membuatku mengetaui mengenai carta kerja yang baik dan benar serta bekerja sama dengan orang yang tidak sejalan denganku.
Ketika bekerja sama dengan orang yang tidak disukai atau tidak bisa bekerja sama, tidak harus menentangnya secara seratus persen. Kita tau, tidak semua yang dikerjakannya salah. Ada juga yang benar sehingga kita dapat menggunakannya seperti pengalamanku di atas. Dan, aku bukanlah orang yang pandai dan cerdas, tetapi aku hanyalah orang yang suka belajar dari pengalaman-pengalamannya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar